SIMBOL
LITURGI EKARISTI DALAM GEREJA KATOLIK
Disusun
Oleh :
DICKY
MATHEUS SIDABUTAR
Nim
: 161963
Ruangan : St Fransiskus
Mata
Kuliah : Metodologi
KATA PENGANTAR
Puji
dan syukur saya ucapkan kepada Allah Yang Maha Kuasa karena berkat dan
rahmatnya, sehingga saya dapat menyelesaikan Makalah ini. Adapun judul makalah
ini yaitu : “Simbol liturgi ekaristi dalam Gereja Katolik”. Saya sadar
terselesainya makalah ini tidak lepas dari dukungan berbagai pihak. Untuk itu,
saya mengucapkan terima kasih yang sebesarnya kepada:
1. Erikson
Simbolon, M.Pd selaku dosen mata kuliah metodologi.
2. Mahasiswa/mahasiswi
semester IV yang telah memberikan dukungan dan bantuan kepada saya.
Semoga
Allah Yang Maha Kuasa membalas segala kebaikan saudara-saudari dengan berkatnya
yang berlimpah. Besar harapan saya, semoga makalah ini membantu para pembaca
untuk memahami makna Simbol liturgi ekaristi dalam Gereja Katolik.
DAFTAR
ISI
Kata
Pengantar .......................................................................................................... i
Daftar
Isi ................................................................................................................... ii
Abstrak
...................................................................................................................... iii
BAB
I Pendahuluan
1.1
Latar Belakang .................................................................................................... 1
1.2
Fokus Penelitian .................................................................................................. 2
1.3
Rumusan Penelitian ............................................................................................. 3
1.4
Tujuan Penelitian ................................................................................................. 3
1.5
Manfaat Penelitian .............................................................................................. 3
BAB
II Landasan Teori
2.1 Simbol
dalam liturgi ekaristi ........................................................................ 4
2.2 Pengertian
perayaan Ekaristi ........................................................................ 7
2.3 Hakikat
liturgi ekaristi .................................................................................. 8
2.3.1
Ekaristi sebagai Perjamuan ..................................................................... 8
2.3.2
Ekaristi Sebagai Kurban ......................................................................... 9
2.4
Pengertian Gereja Katolik............................................................................. 10
2.5
Gereja Yang Satu, Kudus, Katolik, dan
Apostolik ..................................... 11
2.5.1
Gereja yang satu........................................................................................ 11
2.5.2 Gereja yang katolik .................................................................................. 11
2.5.3
Gereja yang kudus ................................................................................... 12
2.5.4 Gereja apostolik ....................................................................................... 12
BAB
III Metode Penelitian
3.1 Pendekatan Ilmiah ..................................................................................... 13
3.1.1. Lokasi Penelitian.................................................................................... 14
3.1.2. Jenis data penelitian ............................................................................... 14
3.1.3 Sumber data ............................................................................................ 14
3.1.4 Teknik Pengumpulan data ...................................................................... 15
3.2 Obsevasi .................................................................................................... 15
3.3 Wawancara ................................................................................................ 16
3.4 Dokumentasi .............................................................................................. 17
ABSTRAK
Liturgi merupakan pengalaman keimanan
dan sekaligus pengalaman estetis yang mengandung unsur ritual emosional dan
memiliki tujuan kreatif yaitu pembentukan simbol, dan isi yang disimbolkan
tidak lain menuju ke arah realitas, yakni kehadiran Kristus yang menyelamatkan.
Pengalaman religiusitas dalam upacara liturgi ekaristi tidak hanya sebagai pengalaman
filosofis atau intelektual, tetapi juga melibatkan perasaan dan tindakan manusia.
Sedangkan bangunan gereja katolik sebagai rumah Tuhan merupakan bangunan sakral
yang memuat pengalaman estetik, memuat tanda dan lambang alam surgawi yang
mencerminkan misteri Allah dan sifat keagungan Tuhan. Ruang ibadah gereja
menerapkan nilai-nilai simbolik yang sakral melalui penyediaan berbagai
fasilitas ibadah, penggunaan tanda, dan perwujudan suasana ruang, baik pada
zoning, dinding, lantai, plafon, jendela, perabot, dekorasi, warna, dan
lain-lain. Yang mampu membawa umat pada pengalaman realitas yang dirayakan dalam
liturgi.
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebuah objek menurut pendekatan semiotik
Pierce, dibedakan ke dalam tiga jenis tanda, yakni indeks, ikon, dan simbol.
Disebut indeks, jika obyek mempunyai kaitan langsung antara penanda dan makna
(ada hubungan sebab-akibat). Disebut ikon, jika terdapat kemiripan/persamaan
antara penanda dengan yang direpresentasikan. Dan disebut simbol, jika hubungan
antara penanda dan makna bersifat konvensional. Penerapan model semiotik dalam kajian
budaya tidak selalu meliputi ketiganya. Analisis dari bahasa ritual, mitos,
seni/citra-citra artistik dan agama sebagai hasil pengalaman manusia, menggunakan
pengertian simbol yang berbeda dari yang dimaksud Pierce. Masinambow (2001:34)
menyebutkan simbol dalam pengertian itu bersifat konotatif dan asosiatif;
didalam signified, simbol itu memuat berbagai potensi makna yang muncul secara
asosiatif dalam penggunaan maupun interpretasi dari simbol tersebut. Dan untuk
membaca sebuah artefak hasil budaya agama tertentu, Alex Sobur (2004:154) menjelaskan
simbol-simbol keagamaan didasarkan pada suatu hubungan intrinsik antara tanda
dan obyek yang diacu oleh tanda itu, baik dalam bentuk metonimi (meta [transfer]-anoma
[nama]) maupun metafora (meta [transfer, melewati, melebihi], phor [menghasilkan,
memuat]). Hubungan intrinsik tersebut menciptakan relasi antara perasaan dan
bentuk,
yang secara aplikatif dapat dilihat pada liturgi, tata ibadah, penataan interior
dan fasilitas ibadah di gereja-gereja katolik. Ibadah dalam agama katolik
merupakan kumpulan orang yang dipanggil dan dimiliki oleh Tuhan. Sifat gereja
yang “Satu, Kudus, Katolik dan Apostolik”, menunjukkan adanya kesatuan relasi
antar dalam satu ikatan persatuan melalui pengakuan iman, sakramen, ibadah, liturgi
dan kepemimpinan gereja. Kesatuan ini bukan keseragaman yang dipaksakan atau
tidak mengindahkan kebebasan wajar gereja-gereja partikular (keuskupan). Sifat
gereja “yang satu’’ menuntut suatu communio dengan gereja Roma atau
sekurang-kurangnya tidak terpisahkan daripadanya (ex-communicatio)
(Heuken,1991:345). Gereja adalah “kudus”, menyimbolkan Kristus kepalanya dan Roh
Kudus yang berkarya dalam gereja memanggil umat hidup kudus di dunia ini.
Gereja adalah “Katolik”, karena mewartakan seluruh Injil Kristus dan terbuka
bagi segala bangsa dan kebudayaan. Sedangkan gereja sebagai “Apostolik”,
menuntut pewartaan dalam bahasa yang mudah dimengerti manusia abad 20 ini
(Ardhi, 1993:20). Keempat sifat gereja tersebut tercermin dalam liturgi gereja
katolik. Liturgi sebagai pengalaman keimanan dan sekaligus pengalaman estetis
memiliki tujuan yang kreatif, yaitu pembentukan simbol, dan isi yang
disimbolkan tidak lain menuju ke arah realitas, yakni kehadiran Kristus yang
menyelamatkan, yang terekspresikan melalui tindakan ibadah, penataan ruang
beserta fasilitas-fasilitas ibadah liturgi.
1.2
Fokus Penelitian
Fokus
dari penelitian ini adalah pemahaman makna nilai-nilai Sakramen Ekaristi di
kalangan umat Wilayah Santo Rafael Paroki Medan Timur.
1. Pemahaman
umat tentang Simbol pada perayaan liturgi Ekaristi di wilayah Santo Rafael
Paroki Medan Timur.
2. Pemahaman
umat tentang liturgi ekaristi di wilayah Santo Rafael Paroki Medan Timur.
3. Pemahaman
umat Pengertian Gereja Katolik di
wilayah Santo Rafael Paroki Medan Timur.
1.3
Rumusan Penelitian
1. Bagaimana
pemahaman akan simbol pada perayaan ekaristi ?
2. Bagaimana
pemahaman umat makna Liturgi Ekaristi ?
3. Bagaimana
pemahaman umat Pengertian Gereja Katolik?
1.4
Tujuan Penelitian
1. Umat
memahami makna akan simbol perayaan ekaristi ?
2. Umat
memahami makna Liturgi Ekaristi?
3. Umat
memahami akan Pengertian Gereja Katolik?
1.5
Manfaat Penelitian
1. Meningkatkan
kualitas penelitian dalam bidang kateketik pastoral bagi peneliti.
2. Menjadi
bahan masukan kepada Pastor paroki Santo Petrus Medan Timur agar mengetahui
pemahaman umat tentang nilai-nilai Ekaristi.
3. Memberi
wawasan dan masukan kepada umat di wilayah Santo Rafael Paroki Medan Timur
tentang memahami Simbol dalam perayaan liturgi ekaristi di Gereja Katolik.
BAB
II
LANDASAN TEORI
2.1 SIMBOL
DALAM LITURGI EKARISTI
Semiotik
dalam konsepnya Barthes, tentang sistem dan paradigma, disebutkan bahwa sistem merupakan
suatu aturan main terhadap suatu teks, sehingga teks tersebut mempunyai makna.
Sistem tak ubahnya gramatika dalam bahasa. Dan paradigma adalah varian dari
elemen-elemen pembentuk sistem tersebut. Suatu sistem dapat mempunyai makna
bila terdapat kecocokan pada paradigma yang digunakan (Ekomadyo, 2004:110).[1]
Dalam hal ini, tata urutan liturgi ekaristi mempunyai sistem atau gramatika
yang tetap, yakni pembukaan, liturgi sabda, liturgi ekaristi, dan penutup.
Susunan liturgi tersebut dilakukan berurutan dengan pimpinan Imam yang
melibatkan partisipasi aktif seluruh umat. Imam memerankan Kristus, mengetuai
penyerahan doa atas nama umat beriman kepada Allah. Adapun tata ibadah sebagai sub
strukturnya adalah (1) pembukaan (lagu pembukaan, pemberian salam dengan kata
pembukaan, pernyataan tobat dengan ‘Tuhan kasihanilah kami”, doa kemuliaan, dan
doa pembukaan); (2) liturgi sabda (bacaan I: perjanjian lama, mazmur tanggapan,
bacaan II: perjanjian baru, Alleluia dengan bait pengantar Injil, bacaan III:
Injil, homili, aku percaya, dan doa umat); (3) liturgi ekaristi (persembahan
dan doa persembahan, doa syukur agung : prefasi yang kudus, merupakan ucapan
syukur atas karya penyelamatan Allah, doa ekaristi dengan konsekrasi dan
anmnese, komuni : doa Bapa Kami, salam damai, anak domba Allah dengan pemecahan
hosti, menyambut komuni, syukur, doa sesudah komuni; (4) penutup (pengumuman
dan doa pengutusan). Sedangkan dengan pendekatan semiotika Pierce tentang
simbol, sentuhan-sentuhan estetis dalam religiusitas yaitu korban, pengakuan
dan doa, merupakan interaksi simbolik yang menunjukkan hubungan pribadi antara manusia
dengan Tuhan, menunjukkan suatu tindakan ekspresif manusia, dan dialog Tuhan
menemui umatnya (pengalaman religius ke arah yang transenden), menemukan
jawaban dalam dialog dengan ‘yang lain’, tidak hanyanya imanen, tetapi
menawarkan persatuan Tuhan dengan umatnya.
Menurut
Sumandiyo (1999:317), dialog tersebut dapat terjadi melalui tanda-tanda yang
tampak, artinya Allah bersabda dan berkarya dalam diri manusia melalui sabda
yang masuk telinga, melalui air yang membersihkan, melalui makan dan minum
yakni simbol Tubuh dan Darah Kristus. Umat percaya bahwa dengan makan roti dan
minum anggur menunjukkan kesatuan intim dan langsung dengan Tuhan. Seperti yang
tertulis dalam Alkitab, ‘Hendaklah kamu penuh dengan Roh, dan berkata-katalah
seorang kepada yang lain dalam mazmur, kidung puji-pujian dan nyanyian rohani’.
Dan manusia menjawab dengan melakukan tindakan yang menggunakan semua indra.
Tindakan tersebut antara lain : berdiri, berjalan (mengungkapkan hakikat umat
Allah yang berziarah dan bergerak, duduk (melambangkan kesiapsediaan umat
mendengarkan sabda Tuhan), tangan terkatub/menunduk/sikap berdoa (umat
berkomunikasi dengan Tuhan), penumpangan tangan (Tuhan memberi berkat dan damai
sejahtera), memuji-muji/melantunkan lagu pujian (ucapan pujian, hormat, sembah
dan syukur umat kepada Tuhan), dan sebagainya. Dengan dasar “Sebab Tuhan berkenan
kepada umatNya”, manusia melakukan aktivitas simbolik dengan menyatukan jiwa,
roh, badan dan indra untuk memuji dan menyembah Allah. Kedudukan dan tindakan
simbol liturgi merupakan penghubung antara human kosmis dan komunikasi religius
lahir dan batin, merupakan tindakan pengungkapan estetis, etis dan religius.
Hal ini sesuai dengan pendapat
Soren Kierkegaard (dalam Herusatoto, 2001: 13-14), yang menyatakan bahwa hidup
manusia mengalami tiga tingkatan, yaitu estetis, etis dan religius. Dengan
kehidupan estetis manusia mampu menangkap dunia, kemudian menuangkannya kembali
dalam karya-karya seni. Dalam tingkatan etis, manusia mencoba meningkatkan
kehidupan estetisnya dalam bentuk tindakan manusiawi, yaitu bertindak bebas dan
mengambil keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan kepada sesama. Dan
akhirnya
ia
sadar bahwa hidup harus mempunyai tujuan. Segala tindakan dipertanggungjawabkan
kepada yang lebih tinggi, Tuhan Yang Maha Esa. Tindakan manusia yang mengikuti
bukan hanya masalah penonjolan keyakinan, tetapi tindakan yang kompleks,
manusiajiwa, roh, badan dan indra untuk memuji dan menyembah Allah. Kedudukan
dan tindakan simbol liturgi merupakan penghubung antara human kosmis dan komunikasi
religius lahir dan batin, merupakan tindakan pengungkapan estetis, etis dan
religius.
Hal ini sesuai dengan pendapat Soren
Kierkegaard (dalam Herusatoto, 2001: 13-14), yang menyatakan bahwa hidup
manusia mengalami tiga tingkatan, yaitu estetis, etis dan religius. Dengan
kehidupan estetis manusia mampu menangkap dunia, kemudian menuangkannya kembali
dalam karya-karya seni. Dalam tingkatan etis, manusia mencoba meningkatkan
kehidupan estetisnya dalam bentuk tindakan manusiawi, yaitu bertindak bebas dan
mengambil keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan kepada sesama. Dan
akhirnya ia sadar bahwa hidup harus mempunyai tujuan. Segala tindakan dipertanggungjawabkan
kepada yang lebih tinggi, Tuhan Yang Maha Esa. Tindakan manusia yang mengikuti
bukan hanya masalah penonjolan keyakinan, tetapi tindakan yang kompleks,
manusia yang mengikuti bukan hanya masalah penonjolan keyakinan, tetapi tindakan
yang kompleks, manusia tidak dapat bersikap acuh tak acuh, ia merasa berhadapan
dengan Dia yang berdaulat, ia mengalami suatu metanoia (terjungkir balik), yang
secara emosional mampu merombak hidupnya. Tindakan religius tersebut merupakan
ungkapan atau ekspresi manusia dalam perjumpaan dengan Tuhannya, yang didalamnya
terdapat berbagai unsur ritual dan emosional (Hayon, 1986 :55-56), dimana sifat
keseluruhan dari manusia yang melakukan ibadah dilibatkan dalam pembentukan
simbol ekspresif (seni). Jadi simbol liturgi bukanlah dalam arti kosong yang
hanya memberi informasi saja sebagaimana tanda-tanda. Simbol liturgi merupakan simbol
yang melaksanakan dan bahkan menghadirkan secara efektif apa yang disimbolkan
(bahasa, cara mendaraskan ayat-ayat Kitab Suci, sikap badan bila berdoa, bentuk
dan dekorasi tempat ibadah, merupakan ungkapan pengalaman religius yang
menggunakan lambang-lambang), tidak hanya berdimensi horisontal-imanen, melainkan
pula bermatra transenden, horisontal-vertikal; simbol bermatra metafisik (Daeng,
2000:82).
2.2 Pengertian
liturgi Ekaristi
Istilah Ekaristi berasal dari bahasa
Yunani Eucharistia, yang berarti puji syukur. Eucharistia merupakan terjemahan
Yunani untuk bahasa Yahudi birkat yang dalam perjamuan Yahudi merupakan doa
puji syukur sekaligus permohonan atas karya penyelamatan Allah. Istilah
perayaan Ekaristi merupakan istilah yang sangat bagus digunakan. Istilah ini
mau menekankan makna Ekaristi sebagi puji syukur atas karya penyelamatan Allah
melalui Yesus Kristus. Maka, bilamana kita menggunakan istilah Ekaristi,
hendaknya kita menyadari bahwa istilah ini menekankan segi isi dari apa yang
dirayakan, yaitu pujian dan syukur atas karya penyelamatan Allah melalui
Kristus bagi kita[2].
Ekaristi disebut “Sakramen
Mahakudus”. Ekaristi itu sakramen utama, sakramen terpenting, partisipasi
paling langsung baik pada kehidupan Tuhan yang bangkit maupun pada kehidupannya
umat beriman. Dalam Sakramen Ekaristi
itu kita menyambut Tubuh dan Darah Kristus. Perkataan dan isyarat
sakramen inilah yang dengan paling jelas bersambung dari tindakan Yesus
historis, ketiksa Ia pada perjamuan terakhir menetapkan Ekaristi[3].
Misteri Ekaristi adalah misteri Tuhan yang menjadi makanan bagi umat manusia
agar manusia hidup dan bersekutu dengan Dia dan sesamanya. Dengan menjadi
makanan (Ekaristi), Tuhan masuk ke seluruh kehidupan manusia sampai
sedalam-dalamnya, sebagaimana Tubuh (dan Darah) Kristus yang dalam rupa roti
(dan anggur) itu masuk ke dalam tubuh kita. Tuhan masuk ke hidup manusia
sedalam-dalamnya, agar manusia bersatu dan bersama Dia, dan berani berjuang
dalam hidup sehari-hari berkat penyertaan-Nya yang merangkum dan meliputi semua
itu[4].
2.3 Hakikat
Sakramen Ekaristi
Bagi orang Katolik, Sakramen yang
terluhur adalah Ekaristi Mahakudus, karena Yesus Kritus sendiri dihadirkan,
dikurbankan disantap, dan melalui Dia, gereja selalu hidup dan berkemabng.
Kurban salib yang terjadi dua ribu tahun yang lalu telah diabadikan dalam
perayaan Ekaristi dan hal itu berlaku sepanjang masa.
Ekaristi menemukan makna dan
hakekatnya sebagai roti hidup, yang menjadikan manusia menjadi hidup. Roti
memberi keselamatan dan kehidupan sejati, sehingga kehidupan bersama terbangun
dalam kesatuan kasih, sesuai dengan kehendak-Nya.
2.3.1
Ekaristi sebagai Perjamuan
Pemecahan
roti adalah bentuk paling dasar dan paling tua dari perayaan Ekaristi. Istilah
pemecahan roti tersebut tentu mengacu pada peristiwa perjamuan, sebabp memang
dalam tradisi biasa senantiasa ditemui bahwa ungkapan pemecahan roti berarti
mengadakan perjamuan. Gambaran mengenai perjamuan tersebut oleh umat Kristiani
perdana ditempatkan tidak saja dari landasan kenangan akan peristiwa perjamuan
malam terakhir, namun pula dari gambaran akan perjamuan abadi kelak. Sebagai
perayaan di dalamnya orang datang untuk berkumpul. Maka peristiwa tersebut
tidak dianggap sebagi peristiwa biasa, di luar rutinitas harian. Dengan
merayakannya orang mengafirmasi atau meneguhkan pengalaman kehidupannya. Oleh
karena itu liturgi atau terutama Ekaristi tidak pernah sekedar sebagai
perjamuan belaka. Misteri keselamatan Allah, yang ditandai dengan wafat serta
kebangkitan Putra-Nya Yesus Kristus. Maka mengadakan perjamuan adalah merupakan
struktur dasar daro Ekaristi[5].
Ekaristi
adalah sungguh-sunguh perjamuan, sebab di dalamnya Kristus mempersembahkan
diri-Nya sendiri sebagai “santapan”, tubuh-Nya adalah makanan dan darah-Nya
adalah minuman, sebab tanpa menayantapnya orang tidak akan memiliki hidup (lih.
Yoh 6:53-55). Maka gambaran bibilis Ekaristi tidak bisa dilepaskan dari
kenyataan Tuhan yang “berbagi roti”, yang malamnya perjamuan terakhir
diberi-Nya makna sebagai Dia yang memberikan diri-Nya[6].
2.3.2
Ekaristi Sebagai Kurban
Ekaristi
adalah kurban pujian, syukur, penebusan dan pemulihan bagi orang yang hidup dan
mati. Sama seperti Kristus bertindak selaku imam dan berkurban di Kalvari,
demikian juga di dalam Ekaristi, tetapi dengan cara yang tidak berdarah. Kurban
Kalvari dengan kurban Ekaristi adalah sama[7].
Kurban
Kristus adalah kurban sebuah pilihan, sebab karena kasih-Nya Allah rela
memberikan Putra-Nya sendiri, demi keselamatan umatnya (lih. Yoh 3:16).
Tindakan kurban tersebut adalah juga suatu undangan, undangan untuk ikut serta
dalam tindakan kurban, sebab sebagaiman Dia telah memberikan Dirinya sendiri
bagi kita, maka kita pun diundang untuk memberikan diri kita kepada-Nya,
sehingga menjadi bagian dari tubuh-Nya, agar kita memiliki hidup di dalam Dia,
hidup dalam kelimpahan-Nya. Pertama-tama tindakan kurban tersebut adalah
persembahan diri kepada Allah Bapa, dengan melakukannya Kristus menganugrahkan
rahmat keselamatan, sebagai buah dari pengorbanan diri-Nya, kepada Gereja dan
kepada umat manusia[8].
2.4 Pengertian
Gereja Katolik
Gereja
disebut bangunan Allah (lih 1Kor 3:9)
Tuhan sendiri mengibaratkan diri-Nya sebagai batu yang dibuang oleh para
pembangun, tetapi malahan menjadi batu sendi. Diatas itulah Gereja dibangun
oelh para Rasul (lih 1Kor 3:11), dan memperoleh kekompakan dan kekuatan
dari-Nya. Bagunan itu diberi pelbagai nama: rumah Allah (lih 1Tim 3:15) tempat
tinggal keluarga-Nya kediaman Allah dalam Roh, kemah Allah di tengah manusia
dan terutama Kenisah Kudus. Kenisah itu diperagakan sebagai gedung-gedung
ibadat dan dipuji-puji oleh para Bapa Suci Yerusalem baru.[9]
Gereja
juga digelari “Yerusalem yang turun dari atas” dan “bunda kita” dan dilukiskan
sebagai mempelai nirmala bagi Anak Domba yang tak bernoda dan Krstus
“mengasihinya dan telah menyerahkan diri-Nya untuk menguduskannya (Ef 5:29). Ia
memurnikan dan menghendakinya bersatu dengan diri-Nya serta patuh kepada-Nya
dalam cinta kasih dan kesetiaan
Adapun
Gereja dapa digambarkan sebagai kandang,
dan satu-satunya pintu yang harus dilalui ialah
Kristus (lih. Yoh 10:1-10). Gereja juga kawanan yang seperti dulu telah
difirmankan akan digembalakan oleh Allah sendiri.
2.5 Gereja
Yang Satu, Kudus, Katolik, dan Apostolik
Itulah
satu-satunya Gereja Kristus, yang dalam Syahadat iman kita akui sebagai Gereja
yang satu, kudus, katolik dan apostolik. Keempat sifat ini, yang tidak boleh
dipisahkan satu dari yang lain, melukiskan ciri-ciri hakikat Gereja dan
perutusannya. Gereja tidak memilikinya dari dirinya sendiri. Melalui Roh kudus,
Kristus menjadikan Gereja-Nya itu Satu, kudus, katolik dan apostolik. Ia
memanggilnya supaya melaksanakan setiap sifat itu. [10]
2.5.1
Gereja yang satu
Gereja
satu menurut asalnya . “Pola dan prinsip terluhur misteri itu ialah kesatuan
Allah tunggal dalam tiga pribadi, Bapa, Putera, dan Roh kudus. Gereja yang satu
ini memiliki kemajemukan yang luar biasa. Di satu pihak kemajemukan itu
disebabkan oleh perbedaan anugerah-anugerah Allah, di lain pihak oleh keanekaan
orang yang menerimanya. Dalam kesatuan Umat Allah berhimpunlah perbedaan bangsa
dan budaya. Diantara anggota-anggota Gereja ada keanekaragaman anugerah, tugas,
syarat-syarat hidup dan cara hidup, maka dalam persekutuan Gereja selayaknya
pula terdapat Gereja-gereja khusus yang memiliki tradisi mereka sendiri.[11]
2.5.2
Gereja Katolik
Kata
“Katolik” berarti “merangkul semua”, maksudnya “seluruhnya” atau “lengkap”.
Gereja bersifat katolik, karena ia diutus oleh Kristus kepada seluruh umat
manusia. Semua orang dipanggil kepada Umat Allah yang baru. Maka umat itu, yang
tetap satu dan tunggal, harus disebarluaskan ke seluruh dunia dan melalui
segala abad supaya terpenuhilah rencana kehendak Allah, yang pada awal mula
menciptakan satu kodrat manusia. Sifat universal, yang menyemarakkan umat Allah
itu, merupakan karunia Tuhan sendiri. Karenanya Gereja yang Katolik secara
tepat guna dan tiada hentinya berusaha merangkum segenap umat manusia beserta
segala harta kekayaannya dibawah Kridtud Kepala, dalam kesatuan Roh-Nya”.[12]
Dekrit Konsili Vatikan II mengenai
eikumene menyatakan: Hanya melalui Gereja Kristus yang katoliklah, yakni upaya
umum untuk kesalamatan, dapat dicapai seluruh kepenuhan upaya-upaya
penyelamatan. Sebab kita percaya, bahwa hanya kepada Dewan Para Rasul yang
diketuai oleh Petruslah Tuhan Telah mempercayakan segala harta Perjanjian Baru,
untuk membentuk satu Tubuh Kristus di dunia. Dalam Tubuh itu harus
disaturagakan sepenuhnya siapa saja, yang dengan suatu cara telah termasuk Umat
Allah.[13]
2.5.3
Gereja yang kudus
Gereja
dikuduskan oelh Kristus, karena ia bersatu dengan Dia; oleh Dia dan didalam
dia, ia juga menguduskan. “Pengudusan manusia dan pemuliaan Allah dalam
“seluruh kepenuhan upaya-upaya penyelamatan. Didalamnya “kita memperoleh
kesucian berkat rahmat Allah.
2.5.4.Gereja
yang Apostolik
Gereja
itu apostoli, karena ia didirikan atas para Rasul dalam tiga macam arti: ia
tetap “dibangun atas para Rasul dan para nabi, atas saksi-saksi yang dipilih
dan diutus oleh Kristus sendiri dengan bantuan Roh yang tinggal didalamnya, ia
menjaga ajaran,warisan iman, serta pedoman-pedoman sehat para Rasuldan meneruskannya.
Ia tetap diajarkan, dikuduskan, dibimbing oleh para Rasul sampai pada saat
kedatangan Kristus kembali.[14]
BAB III
METODE
PENELITIAN
3.1 Pendekatan penelitian
Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Penelitian kualitatif
merupakan proses kegiatan yang mengungkapkan secara logis, sistematis, dan
empiris terhadap fenomena-fenomena sosial yang terhjadi disekitar kita untuk
direnkonstruksi guna mengungkapkan kebenaran yang bermanfaat bagi kehidupan
masyarakat dan ilmu pengetahuan. Kebenaran yang dimaksud adqalah keteraturan
yang menciptakan keamanan ketertiban, keseimbangan dan kesejahteraan
masyarakat.[15]
Danim
dan Surdawan menegaskan, model pendekatan kualitatif adalah sebagai berikut:
pertama, realitas sebagai subjektif dan tidak bebas nilai. Kedua, dapat
menguasai fenemona-fenomena secara mendalam. Ketiga variabel penelitian yang
kompleks, memiliki hubugan dengan fenomena serta sulit diukur dengan
statisikal. Keempat, peneliti berinteraksi langsung dengan subjek yang diteliti. Kelima, suatu
proses yang induktif. Keenam,penelitian yang dilakukan dengan cara hipotesis
sampai memperoleh hasil yang cukup baik. Ketujuh, suatu proses kerja yang
bersifat simultan atau kontinu. Dalam hal ini, peneliti memiliki peran penting
untuk dapat memahami dan menjelaskan masalah-masalah yang dihadapi dalam proses
penelitian. Dengan demikian, peneliti merupakan bagian dari subjek penelitian
itu sendiri. Menurut Sudjarwo, pendekatan
kualitatif harus memiliki prinsip yaitu peneliti harus menjadi partisipan yang
aktif bersama objek yang diteliti, disini diharapkan peneliti mampu melihat
suatu fenomena dilapangan secara struktural bagun ada kaitannya dengan struktur
lainya sedangkan fungsional artinya peneliti peneliti harus mampu memahami
suatu fenomena dan pandangan fungsinya dengan fenomena lainnya atau responden.[16]
3.1.1 Lokasi Penelitian
Lokasi
penelitian dilaksanakan di Stasi Santo Rafael Paroki Santo Petrus Medan Timur.
Lokasi ini merupakan salah satu tempat yang telah dikunjungi pada waktu
pelaksanaan.
3.1.2 Jenis Data Penelitian
Penulisan
ini menggunakan penelitian kualitatif dan didukung dengan penelitian
kepustakaan (library research), Penelitian kepustakaan (library research)
digunakan peneliti untuk mendukung hasil penelitian yakni dengan menggunakan
berbagai sumber buku.
Metode
penelitian adalah cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan
tertentu.[17]
Metode penelitian kualitatif merupakan penelitian yang memanfaatkan wawancara
terbuka untuk menelaahdan memahami sikap, pandangan, perasaan dan perilaku
individu atau sekolompok orang dengan mendeskripsikannya dalam bentuk kata-kata
dan bahasa. Metode penelitian ini adalah pengumpulan data pada suatu latar
alamiah, dengan menggunakan metode alamiah dan dilakukan oleh peneliti dengan
secara alamiah.[18]
3.1.3
Sumber Data
Sumber
data yang diperoleh peneliti adalah dari Badan Pengurus Gereja (BPG), orang
tua, Omk (Orang Muda Katolik), Areka (Anak Remaja Katolik) serta umat Wilayah
Santo Rafael Paroki Medan Timur yang memahami mengenai permasalahan yang akan
peneliti amati. Data ini akan diperoleh dari hasil penelitian secara langsung
dari sumber asli (tidak melauli perantara). Data dapat diperoleh dari tindakan
melihat, mendengar, dan bertanya
Subjek yang diteliti dalam
penelitian kualitatif disebut sebagai informan yang menjadi sember utama dalam
proses penelitian kualitatif, karena lewat informanlah peneliti mendapat
informasi mengenai masalah yang di analisis.
3.1.4
Teknik Pengumpulan Data
Di
dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data merupakan hal yang esensial.
Penelitian kualitatif tidak mengumpulkan data melalui instrumen yang
dibuatuntuk mengukur variabel-variabel penelitian,seperti dalam penelitian
kualitatif. Hubungan kerja antara peneliti dengan subjek penelitian hanya
berlaku untuk pengumpulan data kualitatif melalui kegiatan atau teknik
pengumpulan data dengan teknik observasi partisipan, wawancara yang mendalam
dengan informan penelitian, pengumpulan dokumen dengan melakukan penelahaan
terhadap berbagai referensi-referensi yang relevan dengan penelitian.
3.2
Observasi
Observasi
partisipasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data
penelitian melalui pengamatan dan pengindraan dimana observer atau peneliti
benar-benar terlibat dalam keseharian responden. Melakukan observasi
partisipasi dituntun dituntun seorang peneliti harus berperan serta dalam
kegiatan-kegiatan atau aktifitas subjek yang sesuai dengantema atau fokus
masalah yang ingin dicari jawabannya. Pengumpulan data dalam penelitian
kualitatif dengan metode observasi partisipasi, seorang peneliti dituntut untuk
tinggal dilapangan dan hidup membaur dalam kegiatan sehari-hari masyarakat yang
sedang diteliti .
Lewat
teknik pengumpulan data observasi partisipasi, peneliti akan mengamati secara
langsung mengenai pemahaman umat tentang simbol perayaan liturgi dalam perayaan
ekaristi dalam gereja Katolik di wilayah Santo Rafael Paroki Medan Timur.
\
3.3
Wawancara
Teknik
wawancara merupakan teknikpengumpulan data kualitatif dengan menggunakan
instrumen yaitu pedoman wawancara. Wawancara dilakukan oleh peneliti dengan
subjek penelitian yang terbatas dan kerja sama baik antara pewawancara dan yang
diwawancarai.
Kisi-kisi
wawancara
No
|
Aspek
|
Kisi-kisi
|
Jumlah
|
Format jawaban
|
1
|
Bagaimana pemahaman akan simbol pada
perayaan ekaristi
|
Simbol yang terdapat pada saat
perayaan ekaristi
|
4
|
Terbuka
|
2.
|
Bagaimana pemahaman umat makna Liturgi
Ekaristi
|
a)
Apa itu liturgi ekaristi
b)
Apa makna liturgi ekaristi dalam
kehidupan.
|
4
|
Terbuka
|
3.
|
Bagaimana pemahaman umat
Pengertian Gereja Katolik
|
a)
Apa pengertian Gereja Katolik
b)
Bagaimana pendapat anda tentang
Gereja katolik yang satu, kudus, katolik dan apostolik
|
4
|
Terbuka
|
3.4
Dokumentasi
Analisis
dokumen dilakukan untuk mengumpulkan data yang bersumber dari arsip dan dokumen
baik yang berada di tempat penelitian ataupun yang berada di luar tempat
penelitian, yang ada hubungannya dengan penelitian tersebut. Teknik dokumentasi
merupakan penelaahan terhadap referensi-referensi yang berhubungan dengan fokus
permasalahan.
Dokumen-dokumen
yang dimaksud adalah dokumen pribadi, dokumen resmi,
referensi-referensi,foto-foto, dan rekaman kaset. Data ini dapat bermanfaat
bagi peneliti untuk menguji, menafsirkan bahkan untuk menjawab dari fokus
penelitian.
Peneliti
menggunakan studi dokumentasi ini dengan tujuan agar peneliti memperoleh data
secara jelas dan kuat dengan memiliki bukti fisik tentang simbol perayaan
liturgi di Gereja Katolik Wilayah Santo Rafael Paroki Medan Timur.
[1] Wardani,
Simbolisme liturgi Ekaristi dalam Gereja
Katolik hlm 19.
[8] T.
Krispurwana Cahyadi, SJ, Op.Cit.,
hlm. 150.
[9] Konsili
Vatikan II hlm 74
[10]
Katekismus Gereja Katolik no. 811
[11]
Katekismus Gereja Katolik no. 814
[12] Katekismeus
Geeja Katolik no 831
[13] Konsili
Vatikan II Lumen Gentium no. 8
[14]
Katekismeus Geeja Katolik
[15]
Iskandar, Metodologi penelitian
kualitatif: Aplikasi untuk penelitian Pendidikan, Hukum, Ekonomi, dan
Manejemen, Sosial, Humaniora, Politik, Agama dan Filsafat (Jakarta: Gaung
Persada Press, 2009) hlm 1
[16]
Iskandar, Op.Cit, hlm 23-24.
[17]
Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif dan R & D (Bandung: Alfabeta, 2009),
hlm 2.
[18] Lexy J.
Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), hlm
5.
No comments:
Post a Comment