Monday, July 2, 2018

SIMBOL LITURGI EKARISTI DALAM GEREJA KATOLIK




SIMBOL LITURGI EKARISTI DALAM GEREJA KATOLIK 
Disusun Oleh :

DICKY MATHEUS SIDABUTAR

Nim                             : 161963
Ruangan                      : St Fransiskus
Mata Kuliah                : Metodologi


KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya ucapkan kepada Allah Yang Maha Kuasa karena berkat dan rahmatnya, sehingga saya dapat menyelesaikan Makalah ini. Adapun judul makalah ini yaitu : “Simbol liturgi ekaristi dalam Gereja Katolik”. Saya sadar terselesainya makalah ini tidak lepas dari dukungan berbagai pihak. Untuk itu, saya mengucapkan terima kasih yang sebesarnya kepada:
1.      Erikson Simbolon, M.Pd selaku dosen mata kuliah metodologi.
2.      Mahasiswa/mahasiswi semester IV yang telah memberikan dukungan dan bantuan kepada saya.
Semoga Allah Yang Maha Kuasa membalas segala kebaikan saudara-saudari dengan berkatnya yang berlimpah. Besar harapan saya, semoga makalah ini membantu para pembaca untuk memahami makna Simbol liturgi ekaristi dalam Gereja Katolik.










DAFTAR ISI
Kata Pengantar .......................................................................................................... i
Daftar Isi ................................................................................................................... ii
Abstrak ...................................................................................................................... iii
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1
1.2 Fokus Penelitian .................................................................................................. 2
1.3 Rumusan Penelitian ............................................................................................. 3
1.4 Tujuan Penelitian ................................................................................................. 3
1.5 Manfaat Penelitian .............................................................................................. 3
BAB II Landasan Teori
2.1  Simbol dalam liturgi ekaristi ........................................................................ 4
2.2  Pengertian perayaan Ekaristi ........................................................................ 7
2.3  Hakikat liturgi ekaristi .................................................................................. 8
2.3.1        Ekaristi sebagai Perjamuan ..................................................................... 8
2.3.2        Ekaristi Sebagai Kurban ......................................................................... 9
2.4  Pengertian Gereja Katolik............................................................................. 10
2.5  Gereja Yang Satu, Kudus, Katolik, dan Apostolik ..................................... 11
2.5.1   Gereja yang satu........................................................................................ 11
2.5.2   Gereja yang katolik .................................................................................. 11
2.5.3   Gereja yang kudus ................................................................................... 12
2.5.4   Gereja apostolik ....................................................................................... 12

BAB III Metode Penelitian
          3.1 Pendekatan Ilmiah ..................................................................................... 13
          3.1.1. Lokasi Penelitian.................................................................................... 14
          3.1.2. Jenis data penelitian ............................................................................... 14
          3.1.3 Sumber data ............................................................................................ 14
          3.1.4 Teknik Pengumpulan data ...................................................................... 15
          3.2 Obsevasi .................................................................................................... 15
          3.3 Wawancara ................................................................................................ 16
          3.4 Dokumentasi .............................................................................................. 17

 








ABSTRAK
Liturgi merupakan pengalaman keimanan dan sekaligus pengalaman estetis yang mengandung unsur ritual emosional dan memiliki tujuan kreatif yaitu pembentukan simbol, dan isi yang disimbolkan tidak lain menuju ke arah realitas, yakni kehadiran Kristus yang menyelamatkan. Pengalaman religiusitas dalam upacara liturgi ekaristi tidak hanya sebagai pengalaman filosofis atau intelektual, tetapi juga melibatkan perasaan dan tindakan manusia. Sedangkan bangunan gereja katolik sebagai rumah Tuhan merupakan bangunan sakral yang memuat pengalaman estetik, memuat tanda dan lambang alam surgawi yang mencerminkan misteri Allah dan sifat keagungan Tuhan. Ruang ibadah gereja menerapkan nilai-nilai simbolik yang sakral melalui penyediaan berbagai fasilitas ibadah, penggunaan tanda, dan perwujudan suasana ruang, baik pada zoning, dinding, lantai, plafon, jendela, perabot, dekorasi, warna, dan lain-lain. Yang mampu membawa umat pada pengalaman realitas yang dirayakan dalam liturgi.





 


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebuah objek menurut pendekatan semiotik Pierce, dibedakan ke dalam tiga jenis tanda, yakni indeks, ikon, dan simbol. Disebut indeks, jika obyek mempunyai kaitan langsung antara penanda dan makna (ada hubungan sebab-akibat). Disebut ikon, jika terdapat kemiripan/persamaan antara penanda dengan yang direpresentasikan. Dan disebut simbol, jika hubungan antara penanda dan makna bersifat konvensional. Penerapan model semiotik dalam kajian budaya tidak selalu meliputi ketiganya. Analisis dari bahasa ritual, mitos, seni/citra-citra artistik dan agama sebagai hasil pengalaman manusia, menggunakan pengertian simbol yang berbeda dari yang dimaksud Pierce. Masinambow (2001:34) menyebutkan simbol dalam pengertian itu bersifat konotatif dan asosiatif; didalam signified, simbol itu memuat berbagai potensi makna yang muncul secara asosiatif dalam penggunaan maupun interpretasi dari simbol tersebut. Dan untuk membaca sebuah artefak hasil budaya agama tertentu, Alex Sobur (2004:154) menjelaskan simbol-simbol keagamaan didasarkan pada suatu hubungan intrinsik antara tanda dan obyek yang diacu oleh tanda itu, baik dalam bentuk metonimi (meta [transfer]-anoma [nama]) maupun metafora (meta [transfer, melewati, melebihi], phor [menghasilkan, memuat]). Hubungan intrinsik tersebut menciptakan relasi antara perasaan dan
bentuk, yang secara aplikatif dapat dilihat pada liturgi, tata ibadah, penataan interior dan fasilitas ibadah di gereja-gereja katolik. Ibadah dalam agama katolik merupakan kumpulan orang yang dipanggil dan dimiliki oleh Tuhan. Sifat gereja yang “Satu, Kudus, Katolik dan Apostolik”, menunjukkan adanya kesatuan relasi antar dalam satu ikatan persatuan melalui pengakuan iman, sakramen, ibadah, liturgi dan kepemimpinan gereja. Kesatuan ini bukan keseragaman yang dipaksakan atau tidak mengindahkan kebebasan wajar gereja-gereja partikular (keuskupan). Sifat gereja “yang satu’’ menuntut suatu communio dengan gereja Roma atau sekurang-kurangnya tidak terpisahkan daripadanya (ex-communicatio) (Heuken,1991:345). Gereja adalah “kudus”, menyimbolkan Kristus kepalanya dan Roh Kudus yang berkarya dalam gereja memanggil umat hidup kudus di dunia ini. Gereja adalah “Katolik”, karena mewartakan seluruh Injil Kristus dan terbuka bagi segala bangsa dan kebudayaan. Sedangkan gereja sebagai “Apostolik”, menuntut pewartaan dalam bahasa yang mudah dimengerti manusia abad 20 ini (Ardhi, 1993:20). Keempat sifat gereja tersebut tercermin dalam liturgi gereja katolik. Liturgi sebagai pengalaman keimanan dan sekaligus pengalaman estetis memiliki tujuan yang kreatif, yaitu pembentukan simbol, dan isi yang disimbolkan tidak lain menuju ke arah realitas, yakni kehadiran Kristus yang menyelamatkan, yang terekspresikan melalui tindakan ibadah, penataan ruang beserta fasilitas-fasilitas ibadah liturgi.
1.2 Fokus Penelitian
Fokus dari penelitian ini adalah pemahaman makna nilai-nilai Sakramen Ekaristi di kalangan umat Wilayah Santo Rafael Paroki Medan Timur.
1.      Pemahaman umat tentang Simbol pada perayaan liturgi Ekaristi di wilayah Santo Rafael Paroki Medan Timur.
2.      Pemahaman umat tentang liturgi ekaristi di wilayah Santo Rafael Paroki Medan Timur.
3.      Pemahaman umat Pengertian  Gereja Katolik di wilayah Santo Rafael Paroki Medan Timur.



1.3 Rumusan Penelitian
1.      Bagaimana pemahaman akan simbol pada perayaan ekaristi ?
2.      Bagaimana pemahaman umat makna Liturgi Ekaristi ?
3.      Bagaimana pemahaman umat Pengertian  Gereja Katolik?
1.4 Tujuan Penelitian
1.      Umat memahami makna akan simbol perayaan ekaristi ?
2.      Umat memahami makna Liturgi Ekaristi?
3.      Umat memahami akan Pengertian Gereja Katolik?
1.5 Manfaat Penelitian
1.      Meningkatkan kualitas penelitian dalam bidang kateketik pastoral bagi peneliti.
2.      Menjadi bahan masukan kepada Pastor paroki Santo Petrus Medan Timur agar mengetahui pemahaman umat tentang nilai-nilai Ekaristi.
3.      Memberi wawasan dan masukan kepada umat di wilayah Santo Rafael Paroki Medan Timur tentang memahami Simbol dalam perayaan liturgi ekaristi di Gereja Katolik.










BAB II
LANDASAN TEORI
2.1  SIMBOL DALAM LITURGI EKARISTI
            Semiotik dalam konsepnya Barthes, tentang sistem dan paradigma, disebutkan bahwa sistem merupakan suatu aturan main terhadap suatu teks, sehingga teks tersebut mempunyai makna. Sistem tak ubahnya gramatika dalam bahasa. Dan paradigma adalah varian dari elemen-elemen pembentuk sistem tersebut. Suatu sistem dapat mempunyai makna bila terdapat kecocokan pada paradigma yang digunakan (Ekomadyo, 2004:110).[1] Dalam hal ini, tata urutan liturgi ekaristi mempunyai sistem atau gramatika yang tetap, yakni pembukaan, liturgi sabda, liturgi ekaristi, dan penutup. Susunan liturgi tersebut dilakukan berurutan dengan pimpinan Imam yang melibatkan partisipasi aktif seluruh umat. Imam memerankan Kristus, mengetuai penyerahan doa atas nama umat beriman kepada Allah. Adapun tata ibadah sebagai sub strukturnya adalah (1) pembukaan (lagu pembukaan, pemberian salam dengan kata pembukaan, pernyataan tobat dengan ‘Tuhan kasihanilah kami”, doa kemuliaan, dan doa pembukaan); (2) liturgi sabda (bacaan I: perjanjian lama, mazmur tanggapan, bacaan II: perjanjian baru, Alleluia dengan bait pengantar Injil, bacaan III: Injil, homili, aku percaya, dan doa umat); (3) liturgi ekaristi (persembahan dan doa persembahan, doa syukur agung : prefasi yang kudus, merupakan ucapan syukur atas karya penyelamatan Allah, doa ekaristi dengan konsekrasi dan anmnese, komuni : doa Bapa Kami, salam damai, anak domba Allah dengan pemecahan hosti, menyambut komuni, syukur, doa sesudah komuni; (4) penutup (pengumuman dan doa pengutusan). Sedangkan dengan pendekatan semiotika Pierce tentang simbol, sentuhan-sentuhan estetis dalam religiusitas yaitu korban, pengakuan dan doa, merupakan interaksi simbolik yang menunjukkan hubungan pribadi antara manusia dengan Tuhan, menunjukkan suatu tindakan ekspresif manusia, dan dialog Tuhan menemui umatnya (pengalaman religius ke arah yang transenden), menemukan jawaban dalam dialog dengan ‘yang lain’, tidak hanyanya imanen, tetapi menawarkan persatuan Tuhan dengan umatnya.  
            Menurut Sumandiyo (1999:317), dialog tersebut dapat terjadi melalui tanda-tanda yang tampak, artinya Allah bersabda dan berkarya dalam diri manusia melalui sabda yang masuk telinga, melalui air yang membersihkan, melalui makan dan minum yakni simbol Tubuh dan Darah Kristus. Umat percaya bahwa dengan makan roti dan minum anggur menunjukkan kesatuan intim dan langsung dengan Tuhan. Seperti yang tertulis dalam Alkitab, ‘Hendaklah kamu penuh dengan Roh, dan berkata-katalah seorang kepada yang lain dalam mazmur, kidung puji-pujian dan nyanyian rohani’. Dan manusia menjawab dengan melakukan tindakan yang menggunakan semua indra. Tindakan tersebut antara lain : berdiri, berjalan (mengungkapkan hakikat umat Allah yang berziarah dan bergerak, duduk (melambangkan kesiapsediaan umat mendengarkan sabda Tuhan), tangan terkatub/menunduk/sikap berdoa (umat berkomunikasi dengan Tuhan), penumpangan tangan (Tuhan memberi berkat dan damai sejahtera), memuji-muji/melantunkan lagu pujian (ucapan pujian, hormat, sembah dan syukur umat kepada Tuhan), dan sebagainya. Dengan dasar “Sebab Tuhan berkenan kepada umatNya”, manusia melakukan aktivitas simbolik dengan menyatukan jiwa, roh, badan dan indra untuk memuji dan menyembah Allah. Kedudukan dan tindakan simbol liturgi merupakan penghubung antara human kosmis dan komunikasi religius lahir dan batin, merupakan tindakan pengungkapan estetis, etis dan religius.
                  Hal ini sesuai dengan pendapat Soren Kierkegaard (dalam Herusatoto, 2001: 13-14), yang menyatakan bahwa hidup manusia mengalami tiga tingkatan, yaitu estetis, etis dan religius. Dengan kehidupan estetis manusia mampu menangkap dunia, kemudian menuangkannya kembali dalam karya-karya seni. Dalam tingkatan etis, manusia mencoba meningkatkan kehidupan estetisnya dalam bentuk tindakan manusiawi, yaitu bertindak bebas dan mengambil keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan kepada sesama. Dan akhirnya
ia sadar bahwa hidup harus mempunyai tujuan. Segala tindakan dipertanggungjawabkan kepada yang lebih tinggi, Tuhan Yang Maha Esa. Tindakan manusia yang mengikuti bukan hanya masalah penonjolan keyakinan, tetapi tindakan yang kompleks, manusiajiwa, roh, badan dan indra untuk memuji dan menyembah Allah. Kedudukan dan tindakan simbol liturgi merupakan penghubung antara human kosmis dan komunikasi religius lahir dan batin, merupakan tindakan pengungkapan estetis, etis dan religius.
                   Hal ini sesuai dengan pendapat Soren Kierkegaard (dalam Herusatoto, 2001: 13-14), yang menyatakan bahwa hidup manusia mengalami tiga tingkatan, yaitu estetis, etis dan religius. Dengan kehidupan estetis manusia mampu menangkap dunia, kemudian menuangkannya kembali dalam karya-karya seni. Dalam tingkatan etis, manusia mencoba meningkatkan kehidupan estetisnya dalam bentuk tindakan manusiawi, yaitu bertindak bebas dan mengambil keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan kepada sesama. Dan akhirnya ia sadar bahwa hidup harus mempunyai tujuan. Segala tindakan dipertanggungjawabkan kepada yang lebih tinggi, Tuhan Yang Maha Esa. Tindakan manusia yang mengikuti bukan hanya masalah penonjolan keyakinan, tetapi tindakan yang kompleks, manusia yang mengikuti bukan hanya masalah penonjolan keyakinan, tetapi tindakan yang kompleks, manusia tidak dapat bersikap acuh tak acuh, ia merasa berhadapan dengan Dia yang berdaulat, ia mengalami suatu metanoia (terjungkir balik), yang secara emosional mampu merombak hidupnya. Tindakan religius tersebut merupakan ungkapan atau ekspresi manusia dalam perjumpaan dengan Tuhannya, yang didalamnya terdapat berbagai unsur ritual dan emosional (Hayon, 1986 :55-56), dimana sifat keseluruhan dari manusia yang melakukan ibadah dilibatkan dalam pembentukan simbol ekspresif (seni). Jadi simbol liturgi bukanlah dalam arti kosong yang hanya memberi informasi saja sebagaimana tanda-tanda. Simbol liturgi merupakan simbol yang melaksanakan dan bahkan menghadirkan secara efektif apa yang disimbolkan (bahasa, cara mendaraskan ayat-ayat Kitab Suci, sikap badan bila berdoa, bentuk dan dekorasi tempat ibadah, merupakan ungkapan pengalaman religius yang menggunakan lambang-lambang), tidak hanya berdimensi horisontal-imanen, melainkan pula bermatra transenden, horisontal-vertikal; simbol bermatra metafisik (Daeng, 2000:82).

2.2  Pengertian liturgi Ekaristi
            Istilah Ekaristi berasal dari bahasa Yunani Eucharistia, yang berarti puji syukur. Eucharistia merupakan terjemahan Yunani untuk bahasa Yahudi birkat yang dalam perjamuan Yahudi merupakan doa puji syukur sekaligus permohonan atas karya penyelamatan Allah. Istilah perayaan Ekaristi merupakan istilah yang sangat bagus digunakan. Istilah ini mau menekankan makna Ekaristi sebagi puji syukur atas karya penyelamatan Allah melalui Yesus Kristus. Maka, bilamana kita menggunakan istilah Ekaristi, hendaknya kita menyadari bahwa istilah ini menekankan segi isi dari apa yang dirayakan, yaitu pujian dan syukur atas karya penyelamatan Allah melalui Kristus bagi kita[2].
            Ekaristi disebut “Sakramen Mahakudus”. Ekaristi itu sakramen utama, sakramen terpenting, partisipasi paling langsung baik pada kehidupan Tuhan yang bangkit maupun pada kehidupannya umat beriman. Dalam Sakramen Ekaristi  itu kita menyambut Tubuh dan Darah Kristus. Perkataan dan isyarat sakramen inilah yang dengan paling jelas bersambung dari tindakan Yesus historis, ketiksa Ia pada perjamuan terakhir menetapkan Ekaristi[3]. Misteri Ekaristi adalah misteri Tuhan yang menjadi makanan bagi umat manusia agar manusia hidup dan bersekutu dengan Dia dan sesamanya. Dengan menjadi makanan (Ekaristi), Tuhan masuk ke seluruh kehidupan manusia sampai sedalam-dalamnya, sebagaimana Tubuh (dan Darah) Kristus yang dalam rupa roti (dan anggur) itu masuk ke dalam tubuh kita. Tuhan masuk ke hidup manusia sedalam-dalamnya, agar manusia bersatu dan bersama Dia, dan berani berjuang dalam hidup sehari-hari berkat penyertaan-Nya yang merangkum dan meliputi semua itu[4].

2.3  Hakikat Sakramen Ekaristi
            Bagi orang Katolik, Sakramen yang terluhur adalah Ekaristi Mahakudus, karena Yesus Kritus sendiri dihadirkan, dikurbankan disantap, dan melalui Dia, gereja selalu hidup dan berkemabng. Kurban salib yang terjadi dua ribu tahun yang lalu telah diabadikan dalam perayaan Ekaristi dan hal itu berlaku sepanjang masa.
            Ekaristi menemukan makna dan hakekatnya sebagai roti hidup, yang menjadikan manusia menjadi hidup. Roti memberi keselamatan dan kehidupan sejati, sehingga kehidupan bersama terbangun dalam kesatuan kasih, sesuai dengan kehendak-Nya.

2.3.1        Ekaristi sebagai Perjamuan
            Pemecahan roti adalah bentuk paling dasar dan paling tua dari perayaan Ekaristi. Istilah pemecahan roti tersebut tentu mengacu pada peristiwa perjamuan, sebabp memang dalam tradisi biasa senantiasa ditemui bahwa ungkapan pemecahan roti berarti mengadakan perjamuan. Gambaran mengenai perjamuan tersebut oleh umat Kristiani perdana ditempatkan tidak saja dari landasan kenangan akan peristiwa perjamuan malam terakhir, namun pula dari gambaran akan perjamuan abadi kelak. Sebagai perayaan di dalamnya orang datang untuk berkumpul. Maka peristiwa tersebut tidak dianggap sebagi peristiwa biasa, di luar rutinitas harian. Dengan merayakannya orang mengafirmasi atau meneguhkan pengalaman kehidupannya. Oleh karena itu liturgi atau terutama Ekaristi tidak pernah sekedar sebagai perjamuan belaka. Misteri keselamatan Allah, yang ditandai dengan wafat serta kebangkitan Putra-Nya Yesus Kristus. Maka mengadakan perjamuan adalah merupakan struktur dasar daro Ekaristi[5].
            Ekaristi adalah sungguh-sunguh perjamuan, sebab di dalamnya Kristus mempersembahkan diri-Nya sendiri sebagai “santapan”, tubuh-Nya adalah makanan dan darah-Nya adalah minuman, sebab tanpa menayantapnya orang tidak akan memiliki hidup (lih. Yoh 6:53-55). Maka gambaran bibilis Ekaristi tidak bisa dilepaskan dari kenyataan Tuhan yang “berbagi roti”, yang malamnya perjamuan terakhir diberi-Nya makna sebagai Dia yang memberikan diri-Nya[6].

2.3.2        Ekaristi Sebagai Kurban
            Ekaristi adalah kurban pujian, syukur, penebusan dan pemulihan bagi orang yang hidup dan mati. Sama seperti Kristus bertindak selaku imam dan berkurban di Kalvari, demikian juga di dalam Ekaristi, tetapi dengan cara yang tidak berdarah. Kurban Kalvari dengan kurban Ekaristi adalah sama[7].
            Kurban Kristus adalah kurban sebuah pilihan, sebab karena kasih-Nya Allah rela memberikan Putra-Nya sendiri, demi keselamatan umatnya (lih. Yoh 3:16). Tindakan kurban tersebut adalah juga suatu undangan, undangan untuk ikut serta dalam tindakan kurban, sebab sebagaiman Dia telah memberikan Dirinya sendiri bagi kita, maka kita pun diundang untuk memberikan diri kita kepada-Nya, sehingga menjadi bagian dari tubuh-Nya, agar kita memiliki hidup di dalam Dia, hidup dalam kelimpahan-Nya. Pertama-tama tindakan kurban tersebut adalah persembahan diri kepada Allah Bapa, dengan melakukannya Kristus menganugrahkan rahmat keselamatan, sebagai buah dari pengorbanan diri-Nya, kepada Gereja dan kepada umat manusia[8].

2.4  Pengertian Gereja Katolik
Gereja disebut bangunan Allah  (lih 1Kor 3:9) Tuhan sendiri mengibaratkan diri-Nya sebagai batu yang dibuang oleh para pembangun, tetapi malahan menjadi batu sendi. Diatas itulah Gereja dibangun oelh para Rasul (lih 1Kor 3:11), dan memperoleh kekompakan dan kekuatan dari-Nya. Bagunan itu diberi pelbagai nama: rumah Allah (lih 1Tim 3:15) tempat tinggal keluarga-Nya kediaman Allah dalam Roh, kemah Allah di tengah manusia dan terutama Kenisah Kudus. Kenisah itu diperagakan sebagai gedung-gedung ibadat dan dipuji-puji oleh para Bapa Suci Yerusalem baru.[9]
Gereja juga digelari “Yerusalem yang turun dari atas” dan “bunda kita” dan dilukiskan sebagai mempelai nirmala bagi Anak Domba yang tak bernoda dan Krstus “mengasihinya dan telah menyerahkan diri-Nya untuk menguduskannya (Ef 5:29). Ia memurnikan dan menghendakinya bersatu dengan diri-Nya serta patuh kepada-Nya dalam cinta kasih dan kesetiaan
Adapun Gereja dapa digambarkan sebagai  kandang, dan satu-satunya pintu yang harus dilalui ialah  Kristus (lih. Yoh 10:1-10). Gereja juga kawanan yang seperti dulu telah difirmankan akan digembalakan oleh Allah sendiri.
2.5  Gereja Yang Satu, Kudus, Katolik, dan Apostolik
Itulah satu-satunya Gereja Kristus, yang dalam Syahadat iman kita akui sebagai Gereja yang satu, kudus, katolik dan apostolik. Keempat sifat ini, yang tidak boleh dipisahkan satu dari yang lain, melukiskan ciri-ciri hakikat Gereja dan perutusannya. Gereja tidak memilikinya dari dirinya sendiri. Melalui Roh kudus, Kristus menjadikan Gereja-Nya itu Satu, kudus, katolik dan apostolik. Ia memanggilnya supaya melaksanakan setiap sifat itu. [10]

2.5.1 Gereja yang satu
Gereja satu menurut asalnya . “Pola dan prinsip terluhur misteri itu ialah kesatuan Allah tunggal dalam tiga pribadi, Bapa, Putera, dan Roh kudus. Gereja yang satu ini memiliki kemajemukan yang luar biasa. Di satu pihak kemajemukan itu disebabkan oleh perbedaan anugerah-anugerah Allah, di lain pihak oleh keanekaan orang yang menerimanya. Dalam kesatuan Umat Allah berhimpunlah perbedaan bangsa dan budaya. Diantara anggota-anggota Gereja ada keanekaragaman anugerah, tugas, syarat-syarat hidup dan cara hidup, maka dalam persekutuan Gereja selayaknya pula terdapat Gereja-gereja khusus yang memiliki tradisi mereka sendiri.[11]
2.5.2 Gereja Katolik
Kata “Katolik” berarti “merangkul semua”, maksudnya “seluruhnya” atau “lengkap”. Gereja bersifat katolik, karena ia diutus oleh Kristus kepada seluruh umat manusia. Semua orang dipanggil kepada Umat Allah yang baru. Maka umat itu, yang tetap satu dan tunggal, harus disebarluaskan ke seluruh dunia dan melalui segala abad supaya terpenuhilah rencana kehendak Allah, yang pada awal mula menciptakan satu kodrat manusia. Sifat universal, yang menyemarakkan umat Allah itu, merupakan karunia Tuhan sendiri. Karenanya Gereja yang Katolik secara tepat guna dan tiada hentinya berusaha merangkum segenap umat manusia beserta segala harta kekayaannya dibawah Kridtud Kepala, dalam kesatuan Roh-Nya”.[12] 
            Dekrit Konsili Vatikan II mengenai eikumene menyatakan: Hanya melalui Gereja Kristus yang katoliklah, yakni upaya umum untuk kesalamatan, dapat dicapai seluruh kepenuhan upaya-upaya penyelamatan. Sebab kita percaya, bahwa hanya kepada Dewan Para Rasul yang diketuai oleh Petruslah Tuhan Telah mempercayakan segala harta Perjanjian Baru, untuk membentuk satu Tubuh Kristus di dunia. Dalam Tubuh itu harus disaturagakan sepenuhnya siapa saja, yang dengan suatu cara telah termasuk Umat Allah.[13]
2.5.3 Gereja yang kudus
Gereja dikuduskan oelh Kristus, karena ia bersatu dengan Dia; oleh Dia dan didalam dia, ia juga menguduskan. “Pengudusan manusia dan pemuliaan Allah dalam “seluruh kepenuhan upaya-upaya penyelamatan. Didalamnya “kita memperoleh kesucian berkat rahmat Allah.
2.5.4.Gereja yang Apostolik
Gereja itu apostoli, karena ia didirikan atas para Rasul dalam tiga macam arti: ia tetap “dibangun atas para Rasul dan para nabi, atas saksi-saksi yang dipilih dan diutus oleh Kristus sendiri dengan bantuan Roh yang tinggal didalamnya, ia menjaga ajaran,warisan iman, serta pedoman-pedoman sehat para Rasuldan meneruskannya. Ia tetap diajarkan, dikuduskan, dibimbing oleh para Rasul sampai pada saat kedatangan Kristus kembali.[14] 



BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan penelitian
            Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan proses kegiatan yang mengungkapkan secara logis, sistematis, dan empiris terhadap fenomena-fenomena sosial yang terhjadi disekitar kita untuk direnkonstruksi guna mengungkapkan kebenaran yang bermanfaat bagi kehidupan masyarakat dan ilmu pengetahuan. Kebenaran yang dimaksud adqalah keteraturan yang menciptakan keamanan ketertiban, keseimbangan dan kesejahteraan masyarakat.[15]
            Danim dan Surdawan menegaskan, model pendekatan kualitatif adalah sebagai berikut: pertama, realitas sebagai subjektif dan tidak bebas nilai. Kedua, dapat menguasai fenemona-fenomena secara mendalam. Ketiga variabel penelitian yang kompleks, memiliki hubugan dengan fenomena serta sulit diukur dengan statisikal. Keempat, peneliti berinteraksi langsung  dengan subjek yang diteliti. Kelima, suatu proses yang induktif. Keenam,penelitian yang dilakukan dengan cara hipotesis sampai memperoleh hasil yang cukup baik. Ketujuh, suatu proses kerja yang bersifat simultan atau kontinu. Dalam hal ini, peneliti memiliki peran penting untuk dapat memahami dan menjelaskan masalah-masalah yang dihadapi dalam proses penelitian. Dengan demikian, peneliti merupakan bagian dari subjek penelitian itu sendiri.  Menurut Sudjarwo, pendekatan kualitatif harus memiliki prinsip yaitu peneliti harus menjadi partisipan yang aktif bersama objek yang diteliti, disini diharapkan peneliti mampu melihat suatu fenomena dilapangan secara struktural bagun ada kaitannya dengan struktur lainya sedangkan fungsional artinya peneliti peneliti harus mampu memahami suatu fenomena dan pandangan fungsinya dengan fenomena lainnya atau responden.[16]  
3.1.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilaksanakan di Stasi Santo Rafael Paroki Santo Petrus Medan Timur. Lokasi ini merupakan salah satu tempat yang telah dikunjungi pada waktu pelaksanaan.
3.1.2 Jenis Data Penelitian
            Penulisan ini menggunakan penelitian kualitatif dan didukung dengan penelitian kepustakaan (library research), Penelitian kepustakaan (library research) digunakan peneliti untuk mendukung hasil penelitian yakni dengan menggunakan berbagai sumber buku.
Metode penelitian adalah cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.[17] Metode penelitian kualitatif merupakan penelitian yang memanfaatkan wawancara terbuka untuk menelaahdan memahami sikap, pandangan, perasaan dan perilaku individu atau sekolompok orang dengan mendeskripsikannya dalam bentuk kata-kata dan bahasa. Metode penelitian ini adalah pengumpulan data pada suatu latar alamiah, dengan menggunakan metode alamiah dan dilakukan oleh peneliti dengan secara alamiah.[18]
3.1.3 Sumber Data
Sumber data yang diperoleh peneliti adalah dari Badan Pengurus Gereja (BPG), orang tua, Omk (Orang Muda Katolik), Areka (Anak Remaja Katolik) serta umat Wilayah Santo Rafael Paroki Medan Timur yang memahami mengenai permasalahan yang akan peneliti amati. Data ini akan diperoleh dari hasil penelitian secara langsung dari sumber asli (tidak melauli perantara). Data dapat diperoleh dari tindakan melihat, mendengar, dan bertanya
            Subjek yang diteliti dalam penelitian kualitatif disebut sebagai informan yang menjadi sember utama dalam proses penelitian kualitatif, karena lewat informanlah peneliti mendapat informasi mengenai masalah yang di analisis.
3.1.4 Teknik Pengumpulan Data
Di dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data merupakan hal yang esensial. Penelitian kualitatif tidak mengumpulkan data melalui instrumen yang dibuatuntuk mengukur variabel-variabel penelitian,seperti dalam penelitian kualitatif. Hubungan kerja antara peneliti dengan subjek penelitian hanya berlaku untuk pengumpulan data kualitatif melalui kegiatan atau teknik pengumpulan data dengan teknik observasi partisipan, wawancara yang mendalam dengan informan penelitian, pengumpulan dokumen dengan melakukan penelahaan terhadap berbagai referensi-referensi yang relevan dengan penelitian.
3.2 Observasi
Observasi partisipasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan pengindraan dimana observer atau peneliti benar-benar terlibat dalam keseharian responden. Melakukan observasi partisipasi dituntun dituntun seorang peneliti harus berperan serta dalam kegiatan-kegiatan atau aktifitas subjek yang sesuai dengantema atau fokus masalah yang ingin dicari jawabannya. Pengumpulan data dalam penelitian kualitatif dengan metode observasi partisipasi, seorang peneliti dituntut untuk tinggal dilapangan dan hidup membaur dalam kegiatan sehari-hari masyarakat yang sedang diteliti .
Lewat teknik pengumpulan data observasi partisipasi, peneliti akan mengamati secara langsung mengenai pemahaman umat tentang simbol perayaan liturgi dalam perayaan ekaristi dalam gereja Katolik di wilayah Santo Rafael Paroki Medan Timur.

\

3.3 Wawancara
Teknik wawancara merupakan teknikpengumpulan data kualitatif dengan menggunakan instrumen yaitu pedoman wawancara. Wawancara dilakukan oleh peneliti dengan subjek penelitian yang terbatas dan kerja sama baik antara pewawancara dan yang diwawancarai.
Kisi-kisi wawancara
No
Aspek
Kisi-kisi
Jumlah
Format jawaban
1
Bagaimana pemahaman akan simbol pada perayaan ekaristi
Simbol yang terdapat pada saat perayaan ekaristi
4
Terbuka
2.
Bagaimana pemahaman umat makna Liturgi Ekaristi
a)      Apa itu liturgi ekaristi
b)      Apa makna liturgi ekaristi dalam kehidupan.

4
Terbuka
3.
Bagaimana pemahaman umat Pengertian  Gereja Katolik
a)      Apa pengertian Gereja Katolik
b)      Bagaimana pendapat anda tentang Gereja katolik yang satu, kudus, katolik dan apostolik
4
Terbuka



3.4 Dokumentasi
Analisis dokumen dilakukan untuk mengumpulkan data yang bersumber dari arsip dan dokumen baik yang berada di tempat penelitian ataupun yang berada di luar tempat penelitian, yang ada hubungannya dengan penelitian tersebut. Teknik dokumentasi merupakan penelaahan terhadap referensi-referensi yang berhubungan dengan fokus permasalahan.
Dokumen-dokumen yang dimaksud adalah dokumen pribadi, dokumen resmi, referensi-referensi,foto-foto, dan rekaman kaset. Data ini dapat bermanfaat bagi peneliti untuk menguji, menafsirkan bahkan untuk menjawab dari fokus penelitian.
Peneliti menggunakan studi dokumentasi ini dengan tujuan agar peneliti memperoleh data secara jelas dan kuat dengan memiliki bukti fisik tentang simbol perayaan liturgi di Gereja Katolik Wilayah Santo Rafael Paroki Medan Timur.

 





[1] Wardani, Simbolisme liturgi Ekaristi dalam Gereja Katolik hlm 19.
                [2] E. Martasudjita, Sakramen-sakramen Gereja: Tinjauan Teologis, Liturgis, dan Pastoral (Yogyakarta: Kanisius, 2003), hlm. 269.
                [3] Dr. Nico Syukur Dister OFM, Pengantar Teologi (Yogyakarta: Kanisius, 1991), hlm. 62.
                [4] Ibid
                [5] T. Krispurwana Cahyadi, SJ, Roti Hidup Ekaristi dan Dunia Kehidupan, (Yogyakarta: Kanisius, 2012), hlm. 33.
                [6] T. Krispurwana Cahyadi, SJ, Op. cit., hlm. 34.
                [7] Alfred Mcbride, O. Praem, Pendalaman Iman Katolik: Tuntunan Praktis Untuk Mengenal Tuhan, Diri, Sesama, dan Gereja (Jakarta: OBOR, 2004), hlm. 9.
[8] T. Krispurwana Cahyadi, SJ, Op.Cit., hlm. 150.
[9] Konsili Vatikan II hlm 74
[10] Katekismus Gereja Katolik no. 811
[11] Katekismus Gereja Katolik no. 814
[12] Katekismeus Geeja Katolik no 831
[13] Konsili Vatikan II Lumen Gentium no. 8
[14] Katekismeus Geeja Katolik
[15] Iskandar, Metodologi penelitian kualitatif: Aplikasi untuk penelitian Pendidikan, Hukum, Ekonomi, dan Manejemen, Sosial, Humaniora, Politik, Agama dan Filsafat (Jakarta: Gaung Persada Press, 2009) hlm 1
[16] Iskandar, Op.Cit, hlm 23-24.
[17] Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif dan R & D (Bandung: Alfabeta, 2009), hlm 2.
[18] Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), hlm 5.

No comments:

Post a Comment

Pendidikan dan pengajaran agama katolik

Hanya Debulah Aku Di Alas Kakimu Tuhan Cover Tiga Juhar