Monday, July 2, 2018

Makna Dalam Sakramen Ekaristi Dalam Gereja Katolik




PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
            Gereja Katolik memiliki tujuh Sakramen, yaitu: Sakramen Baptis, Sakramen Ekaristi, Sakramen Krisma, Sakramen Tobat, Sakramen Perminyakan, Sakramen Perkawinan, dan Sakramen Tobat. Ketujuh sakramen tersebut merupakan pengungkapan dan pelaksanaan diri Gereja yang menguduskan sebagai sakramen Yesus Kristus bagi kehidupan manusia, dan ketujuh sakramen ini juga merupakan tanda keselamatan[1]. Sakramen Ekaristi merupakan sakramen yang paling istimewa atau paling unggul dibanding dengan sakramen lainnya, karena di dalam Sakramen Ekaristi ini kita disatukan dengan Allah. Apabila Sakramen lain mengandung karunia-karunia Allah, Sakramen Ekaristi menghadirkan Allah itu sendiri yang dikurbankan dan disantap, sehingga Gereja hidup dan berkembang. Ekaristi merupkan kenangan wafat dan kebangkitan Tuhan, karena kurba salib diabadikan dan menghasilkan keatuan umat Allah dan menyempurnakan Tubuh Kristus[2].
            Ekaristi adalah pusat iman Katolik, karena sakramen-sakramen lain dan semua karya kerasulan gerejawi melekat erat dengan Ekaristi Mahakudus dan dipusatkan kepadanya. Dalam kehidupan orang Katolik, hampir semua peristiwa penting diarahkan dan dipusatkan pada Ekaristi. Mulai dari kelahiran sampai kematian manusia selalu ada peran Ekaristi. Ketika seorang Katolik menerima Sakramen Baptis, Sakramen Pengakuan Dosa, Sakramen Krisma, Sakramen Perkawinan, atau Sakramen Imamat, dan Sakramen Perminyakan Suci, selalu dilakukan bersama-sama dan di dalam Ekaristi Mahakudus. Peristiwa kegembiraan, kedudukan, sampai kematian pun dipusatkan pada perayaan Ekaristi[3].
            Artikel 1391 ditegaskan juga bahwa:
            Komuni memperdalam  persatuan kita dengan Kristus. Buah utama dari penerimaan ekaristi di dalam komuni ialah persatuan yang erat denagn Yesus Kristus. Tuhan berkata: “barang siapa makan daging-Ku, ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia” (Yoh 6:56). Kehidupan di dalam Kristus mempunyai dasarnya di dalam perjamuan Ekaristi: “sama seperti Bapa yang hidup mengutus Aku dan Aku hidup oleh Bapa, demikian juga barang siapa memakan Aku, akan hidup oleh Aku” (Yoh 6:57)[4].
            Yesus telah memberikan Tubuh-Nya dalam rupa roti supaya manusia menjadi satu tubuh dengan Dia. Sakramen Ekaristi merupakan sumber kehidupan rahmat bagi umat karena kehadiran Yesus Kristus di dalam-Nya. Ia hadir dalam Sakramen Ekaristi dengan karya penebusan-Nya yang utuh. Yesus selalu bersama kita, yaitu melalui kehadiran-Nya dalam Tabernakel, Dia hadir untuk kita dengan mempersembahkan diri-Nya sebagai kurban dalam Ekaristi, dan Dia hadir di dalam kita yaitu melalui Komuni yang kita sambut[5].

1.2  Fokus Penelitian
            Fokus dari penelitian ini adalah pemahaman makna nilai-nilai Sakramen Ekaristi di kalangan umat Stasi Sato Petrus, Kuasi Paroki Santa Lucia Pakpak Bharat.
1.      Pemahaman umat tentang pengertian Sakramen Ekaristi di Stasi St. Petrus, Kuasi Paroki St. Lucia Pakpak Bharat.
2.      Pemahaman umat tentang nilai-nilai Sakramen Ekaristi di Stasi St. Petrus, Kuasi paroki St. Lucia Pakpak Bharat.

1.3  Rumusan Masalah
                        Berdasarkan latar belakang dan  fokus penelitian, masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah:
1.      Bagaimana pemahaman umat di Stasi St. Petrus, Kuasi Paroki St. Lucia Pakpak Bharat tentang pengertian Sakramen Ekaristi?
2.      Bagaiman pemahaman umat di St St. Petrus, Kuasi Paroki St. Lucia Pakpak Bharat tentang nilai-nilai yang ada dalam Sakramen Ekaristi?

1.4  Tujuan Penelitian
1.      Mengetahui pemahaman umat tentang pengertian Sakramen Ekaristi di Stasi St. Petrus, Kuasi Paroki St. Lucia Pakpak Bharat.
2.      Mengetahui pemahaman umat tentang nilai-nilai yang terdapat dalam Sakramen Ekaristi di Stasi St. Petrus, Kuasi Paroki St. Lucia Pakpak Bharat.

1.5   Manfaat Penelitian
1.      Meningkatkan kualitas penelitian dalam bidang kateketik pastoral bagi peneliti.
2.      Menjadi bahan masukan kepada pastor paroki Santa Lusia agar mengetahui pemahaman umat tentang nilai-nilai Ekaristi.
3.      Memberiwawasan dan masukan kepada umat di Stasi Santo Petrus Laetarondi Kuasi Paroki Santa Lucia supaya mampu memahami dan memaknai nilai-nilai Ekaristi.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1  Pengertian Sakramen Ekaristi
            Istilah Ekaristi berasal dari bahasa Yunani Eucharistia, yang berarti puji syukur. Eucharistia merupakan terjemahan Yunani untuk bahasa Yahudi birkat yang dalam perjamuan Yahudi merupakan doa puji syukur sekaligus permohonan atas karya penyelamatan Allah. Istilah perayaan Ekaristi merupakan istilah yang sangat bagus digunakan. Istilah ini mau menekankan makna Ekaristi sebagi puji syukur atas karya penyelamatan Allah melalui Yesus Kristus. Maka, bilamana kita menggunakan istilah Ekaristi, hendaknya kita menyadari bahwa istilah ini menekankan segi isi dari apa yang dirayakan, yaitu pujian dan syukur atas karya penyelamatan Allah melalui Kristus bagi kita[6].
            Ekaristi disebut “Sakramen Mahakudus”. Ekaristi itu sakramen utama, sakramen terpenting, partisipasi paling langsung baik pada kehidupan Tuhan yang bangkit maupun pada kehidupannya umat beriman. Dalam Sakramen Ekaristi  itu kita menyambut Tubuh dan Darah Kristus. Perkataan dan isyarat sakramen inilah yang dengan paling jelas bersambung dari tindakan Yesus historis, ketiksa Ia pada perjamuan terakhir menetapkan Ekaristi[7]. Misteri Ekaristi adalah misteri Tuhan yang menjadi makanan bagi umat manusia agar manusia hidup dan bersekutu dengan Dia dan sesamanya. Dengan menjadi makanan (Ekaristi), Tuhan masuk ke seluruh kehidupan manusia sampai sedalam-dalamnya, sebagaimana Tubuh (dan Darah) Kristus yang dalam rupa roti (dan anggur) itu masuk ke dalam tubuh kita. Tuhan masuk ke hidup manusia sedalam-dalamnya, agar manusia bersatu dan bersama Dia, dan berani berjuang dalam hidup sehari-hari berkat penyertaan-Nya yang merangkum dan meliputi semua itu[8].

2.2  Hakikat Sakramen Ekaristi
            Bagi orang Katolik, Sakramen yang terluhur adalah Ekaristi Mahakudus, karena Yesus Kritus sendiri dihadirkan, dikurbankan disantap, dan melalui Dia, gereja selalu hidup dan berkemabng. Kurban salib yang terjadi dua ribu tahun yang lalu telah diabadikan dalam perayaan Ekaristi dan hal itu berlaku sepanjang masa.
            Ekaristi menemukan makna dan hakekatnya sebagai roti hidup, yang menjadikan manusia menjadi hidup. Roti memberi keselamatan dan kehidupan sejati, sehingga kehidupan bersama terbangun dalam kesatuan kasih, sesuai dengan kehendak-Nya.

2.2.1        Ekaristi sebagai Perjamuan
            Pemecahan roti adalah bentuk paling dasar dan paling tua dari perayaan Ekaristi. Istilah pemecahan roti tersebut tentu mengacu pada peristiwa perjamuan, sebabp memang dalam tradisi biasa senantiasa ditemui bahwa ungkapan pemecahan roti berarti mengadakan perjamuan. Gambaran mengenai perjamuan tersebut oleh umat Kristiani perdana ditempatkan tidak saja dari landasan kenangan akan peristiwa perjamuan malam terakhir, namun pula dari gambaran akan perjamuan abadi kelak. Sebagai perayaan di dalamnya orang datang untuk berkumpul. Maka peristiwa tersebut tidak dianggap sebagi peristiwa biasa, di luar rutinitas harian. Dengan merayakannya orang mengafirmasi atau meneguhkan pengalaman kehidupannya. Oleh karena itu liturgi atau terutama Ekaristi tidak pernah sekedar sebagai perjamuan belaka. Misteri keselamatan Allah, yang ditandai dengan wafat serta kebangkitan Putra-Nya Yesus Kristus. Maka mengadakan perjamuan adalah merupakan struktur dasar daro Ekaristi[9].
            Ekaristi adalah sungguh-sunguh perjamuan, sebab di dalamnya Kristus mempersembahkan diri-Nya sendiri sebagai “santapan”, tubuh-Nya adalah makanan dan darah-Nya adalah minuman, sebab tanpa menayantapnya orang tidak akan memiliki hidup (lih. Yoh 6:53-55). Maka gambaran bibilis Ekaristi tidak bisa dilepaskan dari kenyataan Tuhan yang “berbagi roti”, yang malamnya perjamuan terakhir diberi-Nya makna sebagai Dia yang memberikan diri-Nya[10].

2.2.2        Ekaristi Sebagai Kurban
            Ekaristi adalah kurban pujian, syukur, penebusan dan pemulihan bagi orang yang hidup dan mati. Sama seperti Kristus bertindak selaku imam dan berkurban di Kalvari, demikian juga di dalam Ekaristi, tetapi dengan cara yang tidak berdarah. Kurban Kalvari dengan kurban Ekaristi adalah sama[11].
            Kurban Kristus adalah kurban sebuah pilihan, sebab karena kasih-Nya Allah rela memberikan Putra-Nya sendiri, demi keselamatan umatnya (lih. Yoh 3:16). Tindakan kurban tersebut adalah juga suatu undangan, undangan untuk ikut serta dalam tindakan kurban, sebab sebagaiman Dia telah memberikan Dirinya sendiri bagi kita, maka kita pun diundang untuk memberikan diri kita kepada-Nya, sehingga menjadi bagian dari tubuh-Nya, agar kita memiliki hidup di dalam Dia, hidup dalam kelimpahan-Nya. Pertama-tama tindakan kurban tersebut adalah persembahan diri kepada Allah Bapa, dengan melakukannya Kristus menganugrahkan rahmat keselamatan, sebagai buah dari pengorbanan diri-Nya, kepada Gereja dan kepada umat manusia[12].

2.3  Paham Ekaristi
            Istilah Ekaristi menunjuk realitas pemahaman dan pengertian Gereja atas misteri Ekaristi. Dilain pihak mengungkapkan realitas Ekaristi merupakan misteri iman yang tidak pernah habis.

2.3.1        Paham Ekaristi Menurut Kitab Suci
            Dalam gereja perdana, perayaan Ekaristi menjadi pusat dan puncak kehidupan umat beriman. Yerusalem merupakan cita-cita kehidupan umat kristiani, menunjuk suatu praktek kehidupan umat yang historis, yakni bertekun dalam pengajaran para rasul, dalam persekutuan, berdo di bait Allah serta melanjutkannya di rumah masing-masing secara bergilir memecah roti untuk mengadakna perayaan Ekaristi. Perayaan Ekaristi menjadi ciri khas perayaan iman kristiani dan menjadi pusat pemersatu seluruh kehidupan umat beriman. Ekaristi dirayakan oleh Gereja bukan karena inisiatif dan kemajuan Gereja sendiri melainkan karena diperintahkan oleh Tuhan Yesus Kristus sendiri. Sebab, pada perjamuan malam terakhir Yesus berkata, “perbuatlah ini untuk peringatan akan Aku” (Luk 22:19)[13].

2.3.2        Paham Ekaristi dalam Ajaran Para Bapa Gereja
            Umumnya para Bapa Gereja melanjutkan gagasan biblis mengenai Ekaristi. Para Bapa Gereja tidak mengalami kesulitan dalam pemikiran sakramental-simbolis. Realis praesentia, yakni Kristus yang sungguh hadir dalam rupa simbol roti dan anggur. Beberapa pandangan para Bapa Gereja tentang Ekaristi, yaitu:
1.      Santo Ignatius dari Antiokhia mengajarkan mengenai roti Ekaristi sebagai tubuh Tuhan sendiri.
2.      Santo Yustinus Martir meyakini bahwa santapan Ekaristi adalah tubuh dan darah Yesus Kristus sendiri.
3.      Santo Irenius memahami bahwa melalui Ekaristi manusia dapat berjumpa dengan Allah dan Yesus hadir dalam santapan ekaristi[14].

2.3.3        Paham Ekaristi pada Abad Pertengahan
            Ajaran Ekaristi pada abad pertengahan dimulai dengan pertikaian tentang Ekaristi yang pertama (abad IX) antara Paschaius Radbertus dan Ratramnus dan pertikaian yang kedua pada abad XI yanki dengan munculnya tokoh Berengarius yang menyangkal realis Praesentia. Penolakan Berengarius terhadap realis praesantie Christi membuat heboh dalam Gereja dan mendapat tanggapan yang serius dalam Gereja. Gereja mengutuk Berengarius dan mewajibkannya untuk mengakui iman Gereja akan Ekaristi kudus, bahwa sesudah konsekrasi roti dan anggur benar-benar berubah menjadi tubuh dan darah Kristus[15].

2.3.4        Paham Ekaristi menurut Ajaran Gereja 
            Tuhan Yesus Kristus mempercayakan perayaan Ekaristi ini kepada Gereja. Dengan Ekariti, kini Gereja mendapat cara dan jalan masuk ke misteri penyelamatan Allah dalam Kristus. SC 26  mengungkapkan bahwa Ekaristi merupakan perayaan selurugh Gereja dan bukan prayaan pribadi. Maka berapa pun jumlah pesertanya suatu perayaan Ekaristi tetap merupakan perayaan Ekaristi yang sah, apa bila telah dirayakan sesui kehendak Gereja,  justru karena Ekaristi merupakan perayaan seluruh Gereja[16].

2.4  Makna Nilai-nilai Sakramen Ekaristi
            Persekutuan umat beriman terjadi dalam kekuatan Roh Kudus yang telah mempersiapkan umat untuk persekutuan dengan Kristus yang menghasilkan buah berlimpah dalam kehidupan umat kristiani. Dalam Ekaristi hadir penyerahan diri dari pribadi Allah Tritunggal, sehingga umat beriman diikutsertakan dalam hidup Allah Tritunggal sendiri.
            Ekaristi bermakna sebagai: sumber dan puncak hidup kristiani. Sumber adalah tempat awal keluar dan mengalirnya kekayaan rohani dari Ekaristi untuk menyiram dan menyuburkan hidup kristiani. Puncak adalah tempat tertinggi yang menjadi pokok pangkal dan sekaligus bagian terpenting dari kehidupan kristiani. Sebagi sumber dan puncak pewartaan inil, yaitu bagian dari ibadat sabda yang berpuncak pada injil. dan menjadi pusat umat beriaman, yaitu hidup umat berdasar dan mengarah pada ekaristi.
2.4.1        Memperdalam Persatuan Umat dengan Kristus
            Ekaristi merupakan perjamuan yang terdiri dari persekutuan dengan tubuh dan darah Kristus. Perayaan Ekaristi terarah seluruhnya kepada persatuan mesra kaum beriman dengan Kristus melalui komuni. Dengan menyambut, umat menerima Kristus sendiri yang telah menurbankan diri-Nya bagi kita. Kesatuan mesra dengan Kristus ditumbuhkembangkan sehingga kita denagn semakain erat tinggal di dalam Dia dan Dia di dalam kita. Kesatuan tubuh mistik Kristus didatangkan melalui perayaan Ekaristi sebab para pesertanya dipersatukan lebih erat denag Kristus, dan oleh Dia mereka dipersatukan menjadi satu tubuh, yaitu Gereja (Bdk. 1Kor 10:16-17)[17].
            Artikel Katekismus Gereja Katolik no 1391 menegaskan:
            Buah utama dari penerimaan Ekaristi di dalma komuni ialah persatuan yang erat dengan Yesus Kristus. Tuhan berkata: “barang siapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku,  ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia” (Yoh 6:56). Kehidupan di dalam Kristus mempunyai dasarnya di dalam perjamuan Ekaristi: “sama seperti Bapa yang hidup mengutus Aku dan Aku hidup oleh Bapa, demikian juga barang siap memakan Aku, akan hidup oleh Aku” (Yoh 6:57)[18].

2.4.2        Ekaristi Sebagai Penebus Dosa
            Tubuh kristus yang kita terima dalam komuni, telah “diserahkan untuk kita” dan darah yang kita minum, telah “dicurahkan untuk banyak orang demi pengampunan dosa”. Karena itu Ekaristi tidak dapat menyatukan kita dengan Kristus, tanpa serentak membersihkan kita dari dosa yang telah dilakukan dan melindungi kita terhadap dosa-dosa baru. Umat dibersihkan dari dosa yang telah dilakukannya, dan dihindarkan dari dosa di masa depan, mengikat tubuh Kristus yang kita sambut dalam Ekaristi itu telah “diserahkan bagi kita”, dan darah yang kita minum itu telah “ditumpahkan demi penghapusan dosa”. Katekismus Gereja Katolik 1395 menegaskan:   
            Oleh cinta yang disulut Ekaristi di dalam kita, Ia menjauhkan kita dari dosa berat paada masa mendatang. Semakin kita ambil bagian dalam Hidup Kristus dan semakin kita bergerak maju dalam persahabatan dengan-Nya, semakin kurang pula bahaya bahwa kita memisahkan diri dari-Nya oleh dosa besar. Tetapi bukan Ekaristi, melainkan Sakramen pengampunan ditetapkan untuk mengampuni dosa berat. Ekaristi adlah Sakramen bagi mereka, yang hidup dalam persekutuan penuh dengan Gereja[19].


2.4.3        Ekaristi sebagai Persekutuan Gereja
            Setiap kali Gereja merayakan Ekaristi, ia ingat akan janji Allah bahwa Ia akan kembali dan meminum lagi hasil pokok anggur bersama-sama dengan kita, murid-murid-Nya, dalam Kerajaan Allah, sehingga Gereja dalam Ekaristi melayangkan pandangannya kepada “Dia yang akan datang” (Why 1:4). Gereja tahu bahwa Yesus sekarang ini juga sudah mendatangi kita dalam Ekaristi, dan hadir di tengah-tengah kita[20]
            Katekismus Gereja Katolik 1396 mengatakan:
            Siapa yang menerima Ekaristi, disatukan lebih erat dengan Kristus. Olehnya Kristus menyatukan dia sengan semua umat beriman yang lain menjadi satu tubuh. Komuni membaharui, memperkuat, dan memperdalam pengabungan ke dalam Gereja, yang tealah dimulai dengan pembaptisan. Di dalam pembaptisan kita dipanggil untuk membentuk satu tubuh. Ekaristi melaksankan panggilan ini: “bukankah cawan pengucapan syukur, yang atasnya kita ucapkan syukur adalah persekutuan dengan tubuh Kristus? Bukankah roti yang kita pecah-pecahkan adalah persekutuan dengan tubuh Kristus? Karena roti adalah satu, maka kita sekalianpun banyak, adalah satu tubuh, karena kita semua mendapat bagian dalam roti yang satu itu” (Kor 10:16-17)[21].



2.3.4        Kesatuan Umat Beriman
            Kehadiran nyata Kristus ada dalam rupa roti dan anggur. Karenanya menyantapnya punya arti ikut serta dalam persekutuan dengan tubuh dan darah Kristus. Aspek kesatuan ditekankan di dalamnya, roti yang satu yang tak lain adalah Kristus sendiri,menjadi pangkal, sumber dan dasar kesatuan jemaat; dibaptis menjadi satu tubuh dan minum dari satu Roh (lih. 1Kor 12:13). Hidup dalam kesatuan Roh tidak bisa di lepaskan dari kenyataan satu tubuh, dimana Kritus adalah kepala dan Gereja adalah tubuh-Nya[22]
            Artikel Katekismus Geraja Katolik no 1398 menegaskan:
            Karena keagungan misteri ini, santo Augustinus berseru: “O Sakramen kasih sayang, tanda kesatuan, ikatan cinta”. Dengan demikian orang merasa lebih sedih lagi karena perpecahan Gereja yang memutuskan keikutsertaan bersama pada meja Tuhan; dengan demikian lebih mendesaklah doa-doa kepada Tuhan, supaya saat kesatuan sempurna semua orang yang percaya kepada-Nya, pulih kembali[23].



                [1] E. Martasujita, Sakramen-sakramen Gereja: Tinjauan Teologis, Liturgis, dan Pastoral (Yogyakarta: Kanisius, 2003), hlm. 113.
                [2] Kitab Hukum Kanonik 1983 (Codex Iuris Canonici,1983), diterjemahkan oleh Sekretariat KWI (Jakarta. Obor, 1991) Kan. 897.
                [3] Herman Musakabe, Menuju Hidup Yang Lebih Ekaristis (Bogor: Citra Insan Pembaru, 2008), hlm. 3.
                [4] Katekismus Gereja Katolik, no. 1391.                                                                                       
                [5] Bdk. Ibid., no. 1391.
                [6] E. Martasudjita, Op. Cit., hlm. 269.
                [7] Dr. Nico Syukur Dister OFM, Pengantar Teologi (Yogyakarta: Kanisius, 1991), hlm. 62.
                [8] E. Martasudjita, Op. Cit., hlm. 268.
                [9] T. Krispurwana Cahyadi, SJ, Roti Hidup Ekaristi dan Dunia Kehidupan, (Yogyakarta: Kanisius, 2012), hlm. 33.
                [10] T. Krispurwana Cahyadi, SJ, Op. cit., hlm. 34.
                [11] Alfred Mcbride, O. Praem, Pendalaman Iman Katolik: Tuntunan Praktis Untuk Mengenal Tuhan, Diri, Sesama, dan Gereja (Jakarta: OBOR, 2004), hlm. 9.
                [12] T. Krispurwana Cahyadi, SJ, Op.Cit., hlm. 150.
                [13] E. Martasudjita, Ibid., hlm. 270-271.
                [14] Ibid., hlm. 283-284.
                [15] Ibid., hlm. 286-287.
                [16] Ibid., hlm. 296.
                [17] Dr. Nico Syukur Dister, OFM, Teologi Sistematika 2 : Ekonomi Keselamatan, (Yogyakarta: Kanisius, 2004), hlm. 394-395.
                [18] Katekismus Gereja Katolik no. 1391
[19] Katekismus Gereja Katolik no. 1395.                                                                          
                [20] Dr. Nico Syukur Dister, OFM, Op. Cit., hlm.395.
                [21] Katekismus Gereja Katolik no. 1396.
                [22] T. Krispurwana Cahyadi, SJ, Op. Cit., hlm. 44.
                [23] Katekismus Gereja Katolik no. 1398.

No comments:

Post a Comment

Pendidikan dan pengajaran agama katolik

Hanya Debulah Aku Di Alas Kakimu Tuhan Cover Tiga Juhar