PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Gereja Katolik memiliki tujuh
Sakramen, yaitu: Sakramen Baptis, Sakramen Ekaristi, Sakramen Krisma, Sakramen
Tobat, Sakramen Perminyakan, Sakramen Perkawinan, dan Sakramen Tobat. Ketujuh
sakramen tersebut merupakan pengungkapan dan pelaksanaan diri Gereja yang
menguduskan sebagai sakramen Yesus Kristus bagi kehidupan manusia, dan ketujuh
sakramen ini juga merupakan tanda keselamatan[1].
Sakramen Ekaristi merupakan sakramen yang paling istimewa atau paling unggul dibanding
dengan sakramen lainnya, karena di dalam Sakramen Ekaristi ini kita disatukan
dengan Allah. Apabila Sakramen lain mengandung karunia-karunia Allah, Sakramen
Ekaristi menghadirkan Allah itu sendiri yang dikurbankan dan disantap, sehingga
Gereja hidup dan berkembang. Ekaristi merupkan kenangan wafat dan kebangkitan
Tuhan, karena kurba salib diabadikan dan menghasilkan keatuan umat Allah dan
menyempurnakan Tubuh Kristus[2].
Ekaristi adalah pusat iman Katolik,
karena sakramen-sakramen lain dan semua karya kerasulan gerejawi melekat erat
dengan Ekaristi Mahakudus dan dipusatkan kepadanya. Dalam kehidupan orang
Katolik, hampir semua peristiwa penting diarahkan dan dipusatkan pada Ekaristi.
Mulai dari kelahiran sampai kematian manusia selalu ada peran Ekaristi. Ketika
seorang Katolik menerima Sakramen Baptis, Sakramen Pengakuan Dosa, Sakramen
Krisma, Sakramen Perkawinan, atau Sakramen Imamat, dan Sakramen Perminyakan
Suci, selalu dilakukan bersama-sama dan di dalam Ekaristi Mahakudus. Peristiwa
kegembiraan, kedudukan, sampai kematian pun dipusatkan pada perayaan Ekaristi[3].
Artikel 1391 ditegaskan juga bahwa:
Komuni memperdalam persatuan kita dengan Kristus. Buah utama
dari penerimaan ekaristi di dalam komuni ialah persatuan yang erat denagn Yesus
Kristus. Tuhan berkata: “barang siapa makan daging-Ku, ia tinggal di dalam Aku
dan Aku di dalam dia” (Yoh 6:56). Kehidupan di dalam Kristus mempunyai dasarnya
di dalam perjamuan Ekaristi: “sama seperti Bapa yang hidup mengutus Aku dan Aku
hidup oleh Bapa, demikian juga barang siapa memakan Aku, akan hidup oleh Aku”
(Yoh 6:57)[4].
Yesus telah memberikan Tubuh-Nya
dalam rupa roti supaya manusia menjadi satu tubuh dengan Dia. Sakramen Ekaristi
merupakan sumber kehidupan rahmat bagi umat karena kehadiran Yesus Kristus di
dalam-Nya. Ia hadir dalam Sakramen Ekaristi dengan karya penebusan-Nya yang
utuh. Yesus selalu bersama kita, yaitu melalui kehadiran-Nya dalam Tabernakel,
Dia hadir untuk kita dengan mempersembahkan diri-Nya sebagai kurban dalam
Ekaristi, dan Dia hadir di dalam kita yaitu melalui Komuni yang kita sambut[5].
1.2 Fokus
Penelitian
Fokus dari penelitian ini adalah
pemahaman makna nilai-nilai Sakramen Ekaristi di kalangan umat Stasi Sato
Petrus, Kuasi Paroki Santa Lucia Pakpak Bharat.
1. Pemahaman
umat tentang pengertian Sakramen Ekaristi di Stasi St. Petrus, Kuasi Paroki St.
Lucia Pakpak Bharat.
2. Pemahaman
umat tentang nilai-nilai Sakramen Ekaristi di Stasi St. Petrus, Kuasi paroki
St. Lucia Pakpak Bharat.
1.3 Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar
belakang dan fokus penelitian, masalah
yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana
pemahaman umat di Stasi St. Petrus, Kuasi Paroki St. Lucia Pakpak Bharat
tentang pengertian Sakramen Ekaristi?
2. Bagaiman
pemahaman umat di St St. Petrus, Kuasi Paroki St. Lucia Pakpak Bharat tentang
nilai-nilai yang ada dalam Sakramen Ekaristi?
1.4 Tujuan
Penelitian
1. Mengetahui
pemahaman umat tentang pengertian Sakramen Ekaristi di Stasi St. Petrus, Kuasi
Paroki St. Lucia Pakpak Bharat.
2. Mengetahui
pemahaman umat tentang nilai-nilai yang terdapat dalam Sakramen Ekaristi di
Stasi St. Petrus, Kuasi Paroki St. Lucia Pakpak Bharat.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Meningkatkan
kualitas penelitian dalam bidang kateketik pastoral bagi peneliti.
2. Menjadi
bahan masukan kepada pastor paroki Santa Lusia agar mengetahui pemahaman umat
tentang nilai-nilai Ekaristi.
3. Memberiwawasan
dan masukan kepada umat di Stasi Santo Petrus Laetarondi Kuasi Paroki Santa
Lucia supaya mampu memahami dan memaknai nilai-nilai Ekaristi.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian
Sakramen Ekaristi
Istilah Ekaristi berasal dari bahasa
Yunani Eucharistia, yang berarti puji syukur. Eucharistia merupakan terjemahan
Yunani untuk bahasa Yahudi birkat yang dalam perjamuan Yahudi merupakan doa
puji syukur sekaligus permohonan atas karya penyelamatan Allah. Istilah
perayaan Ekaristi merupakan istilah yang sangat bagus digunakan. Istilah ini
mau menekankan makna Ekaristi sebagi puji syukur atas karya penyelamatan Allah
melalui Yesus Kristus. Maka, bilamana kita menggunakan istilah Ekaristi,
hendaknya kita menyadari bahwa istilah ini menekankan segi isi dari apa yang
dirayakan, yaitu pujian dan syukur atas karya penyelamatan Allah melalui
Kristus bagi kita[6].
Ekaristi disebut “Sakramen
Mahakudus”. Ekaristi itu sakramen utama, sakramen terpenting, partisipasi
paling langsung baik pada kehidupan Tuhan yang bangkit maupun pada kehidupannya
umat beriman. Dalam Sakramen Ekaristi
itu kita menyambut Tubuh dan Darah Kristus. Perkataan dan isyarat
sakramen inilah yang dengan paling jelas bersambung dari tindakan Yesus
historis, ketiksa Ia pada perjamuan terakhir menetapkan Ekaristi[7].
Misteri Ekaristi adalah misteri Tuhan yang menjadi makanan bagi umat manusia
agar manusia hidup dan bersekutu dengan Dia dan sesamanya. Dengan menjadi
makanan (Ekaristi), Tuhan masuk ke seluruh kehidupan manusia sampai
sedalam-dalamnya, sebagaimana Tubuh (dan Darah) Kristus yang dalam rupa roti
(dan anggur) itu masuk ke dalam tubuh kita. Tuhan masuk ke hidup manusia
sedalam-dalamnya, agar manusia bersatu dan bersama Dia, dan berani berjuang
dalam hidup sehari-hari berkat penyertaan-Nya yang merangkum dan meliputi semua
itu[8].
2.2 Hakikat
Sakramen Ekaristi
Bagi orang Katolik, Sakramen yang
terluhur adalah Ekaristi Mahakudus, karena Yesus Kritus sendiri dihadirkan,
dikurbankan disantap, dan melalui Dia, gereja selalu hidup dan berkemabng.
Kurban salib yang terjadi dua ribu tahun yang lalu telah diabadikan dalam
perayaan Ekaristi dan hal itu berlaku sepanjang masa.
Ekaristi menemukan makna dan
hakekatnya sebagai roti hidup, yang menjadikan manusia menjadi hidup. Roti
memberi keselamatan dan kehidupan sejati, sehingga kehidupan bersama terbangun
dalam kesatuan kasih, sesuai dengan kehendak-Nya.
2.2.1
Ekaristi sebagai Perjamuan
Pemecahan
roti adalah bentuk paling dasar dan paling tua dari perayaan Ekaristi. Istilah
pemecahan roti tersebut tentu mengacu pada peristiwa perjamuan, sebabp memang
dalam tradisi biasa senantiasa ditemui bahwa ungkapan pemecahan roti berarti
mengadakan perjamuan. Gambaran mengenai perjamuan tersebut oleh umat Kristiani
perdana ditempatkan tidak saja dari landasan kenangan akan peristiwa perjamuan
malam terakhir, namun pula dari gambaran akan perjamuan abadi kelak. Sebagai
perayaan di dalamnya orang datang untuk berkumpul. Maka peristiwa tersebut
tidak dianggap sebagi peristiwa biasa, di luar rutinitas harian. Dengan
merayakannya orang mengafirmasi atau meneguhkan pengalaman kehidupannya. Oleh
karena itu liturgi atau terutama Ekaristi tidak pernah sekedar sebagai
perjamuan belaka. Misteri keselamatan Allah, yang ditandai dengan wafat serta
kebangkitan Putra-Nya Yesus Kristus. Maka mengadakan perjamuan adalah merupakan
struktur dasar daro Ekaristi[9].
Ekaristi
adalah sungguh-sunguh perjamuan, sebab di dalamnya Kristus mempersembahkan
diri-Nya sendiri sebagai “santapan”, tubuh-Nya adalah makanan dan darah-Nya
adalah minuman, sebab tanpa menayantapnya orang tidak akan memiliki hidup (lih.
Yoh 6:53-55). Maka gambaran bibilis Ekaristi tidak bisa dilepaskan dari
kenyataan Tuhan yang “berbagi roti”, yang malamnya perjamuan terakhir diberi-Nya
makna sebagai Dia yang memberikan diri-Nya[10].
2.2.2
Ekaristi Sebagai Kurban
Ekaristi
adalah kurban pujian, syukur, penebusan dan pemulihan bagi orang yang hidup dan
mati. Sama seperti Kristus bertindak selaku imam dan berkurban di Kalvari,
demikian juga di dalam Ekaristi, tetapi dengan cara yang tidak berdarah. Kurban
Kalvari dengan kurban Ekaristi adalah sama[11].
Kurban
Kristus adalah kurban sebuah pilihan, sebab karena kasih-Nya Allah rela
memberikan Putra-Nya sendiri, demi keselamatan umatnya (lih. Yoh 3:16).
Tindakan kurban tersebut adalah juga suatu undangan, undangan untuk ikut serta
dalam tindakan kurban, sebab sebagaiman Dia telah memberikan Dirinya sendiri
bagi kita, maka kita pun diundang untuk memberikan diri kita kepada-Nya,
sehingga menjadi bagian dari tubuh-Nya, agar kita memiliki hidup di dalam Dia,
hidup dalam kelimpahan-Nya. Pertama-tama tindakan kurban tersebut adalah
persembahan diri kepada Allah Bapa, dengan melakukannya Kristus menganugrahkan
rahmat keselamatan, sebagai buah dari pengorbanan diri-Nya, kepada Gereja dan
kepada umat manusia[12].
2.3 Paham
Ekaristi
Istilah Ekaristi menunjuk realitas
pemahaman dan pengertian Gereja atas misteri Ekaristi. Dilain pihak
mengungkapkan realitas Ekaristi merupakan misteri iman yang tidak pernah habis.
2.3.1
Paham Ekaristi Menurut Kitab Suci
Dalam
gereja perdana, perayaan Ekaristi menjadi pusat dan puncak kehidupan umat
beriman. Yerusalem merupakan cita-cita kehidupan umat kristiani, menunjuk suatu
praktek kehidupan umat yang historis, yakni bertekun dalam pengajaran para
rasul, dalam persekutuan, berdo di bait Allah serta melanjutkannya di rumah
masing-masing secara bergilir memecah roti untuk mengadakna perayaan Ekaristi.
Perayaan Ekaristi menjadi ciri khas perayaan iman kristiani dan menjadi pusat
pemersatu seluruh kehidupan umat beriman. Ekaristi dirayakan oleh Gereja bukan
karena inisiatif dan kemajuan Gereja sendiri melainkan karena diperintahkan
oleh Tuhan Yesus Kristus sendiri. Sebab, pada perjamuan malam terakhir Yesus
berkata, “perbuatlah ini untuk peringatan akan Aku” (Luk 22:19)[13].
2.3.2
Paham Ekaristi dalam Ajaran Para Bapa
Gereja
Umumnya
para Bapa Gereja melanjutkan gagasan biblis mengenai Ekaristi. Para Bapa Gereja
tidak mengalami kesulitan dalam pemikiran sakramental-simbolis. Realis praesentia, yakni Kristus yang
sungguh hadir dalam rupa simbol roti dan anggur. Beberapa pandangan para Bapa
Gereja tentang Ekaristi, yaitu:
1. Santo
Ignatius dari Antiokhia mengajarkan mengenai roti Ekaristi sebagai tubuh Tuhan
sendiri.
2. Santo
Yustinus Martir meyakini bahwa santapan Ekaristi adalah tubuh dan darah Yesus
Kristus sendiri.
3. Santo
Irenius memahami bahwa melalui Ekaristi manusia dapat berjumpa dengan Allah dan
Yesus hadir dalam santapan ekaristi[14].
2.3.3
Paham Ekaristi pada Abad Pertengahan
Ajaran
Ekaristi pada abad pertengahan dimulai dengan pertikaian tentang Ekaristi yang
pertama (abad IX) antara Paschaius Radbertus dan Ratramnus dan pertikaian yang
kedua pada abad XI yanki dengan munculnya tokoh Berengarius yang menyangkal realis Praesentia. Penolakan Berengarius
terhadap realis praesantie Christi membuat
heboh dalam Gereja dan mendapat tanggapan yang serius dalam Gereja. Gereja
mengutuk Berengarius dan mewajibkannya untuk mengakui iman Gereja akan Ekaristi
kudus, bahwa sesudah konsekrasi roti dan anggur benar-benar berubah menjadi
tubuh dan darah Kristus[15].
2.3.4
Paham Ekaristi menurut Ajaran
Gereja
Tuhan Yesus Kristus mempercayakan
perayaan Ekaristi ini kepada Gereja. Dengan Ekariti, kini Gereja mendapat cara
dan jalan masuk ke misteri penyelamatan Allah dalam Kristus. SC 26 mengungkapkan bahwa Ekaristi merupakan
perayaan selurugh Gereja dan bukan prayaan pribadi. Maka berapa pun jumlah
pesertanya suatu perayaan Ekaristi tetap merupakan perayaan Ekaristi yang sah,
apa bila telah dirayakan sesui kehendak Gereja,
justru karena Ekaristi merupakan perayaan seluruh Gereja[16].
2.4 Makna
Nilai-nilai Sakramen Ekaristi
Persekutuan umat beriman terjadi
dalam kekuatan Roh Kudus yang telah mempersiapkan umat untuk persekutuan dengan
Kristus yang menghasilkan buah berlimpah dalam kehidupan umat kristiani. Dalam
Ekaristi hadir penyerahan diri dari pribadi Allah Tritunggal, sehingga umat
beriman diikutsertakan dalam hidup Allah Tritunggal sendiri.
Ekaristi bermakna sebagai: sumber
dan puncak hidup kristiani. Sumber adalah tempat awal keluar dan mengalirnya
kekayaan rohani dari Ekaristi untuk menyiram dan menyuburkan hidup kristiani.
Puncak adalah tempat tertinggi yang menjadi pokok pangkal dan sekaligus bagian
terpenting dari kehidupan kristiani. Sebagi sumber dan puncak pewartaan inil, yaitu
bagian dari ibadat sabda yang berpuncak pada injil. dan menjadi pusat umat
beriaman, yaitu hidup umat berdasar dan mengarah pada ekaristi.
2.4.1
Memperdalam Persatuan Umat dengan
Kristus
Ekaristi
merupakan perjamuan yang terdiri dari persekutuan dengan tubuh dan darah
Kristus. Perayaan Ekaristi terarah seluruhnya kepada persatuan mesra kaum
beriman dengan Kristus melalui komuni. Dengan menyambut, umat menerima Kristus
sendiri yang telah menurbankan diri-Nya bagi kita. Kesatuan mesra dengan
Kristus ditumbuhkembangkan sehingga kita denagn semakain erat tinggal di dalam
Dia dan Dia di dalam kita. Kesatuan tubuh mistik Kristus didatangkan melalui
perayaan Ekaristi sebab para pesertanya dipersatukan lebih erat denag Kristus,
dan oleh Dia mereka dipersatukan menjadi satu tubuh, yaitu Gereja (Bdk. 1Kor
10:16-17)[17].
Artikel
Katekismus Gereja Katolik no 1391 menegaskan:
Buah
utama dari penerimaan Ekaristi di dalma komuni ialah persatuan yang erat dengan
Yesus Kristus. Tuhan berkata: “barang siapa makan daging-Ku dan minum
darah-Ku, ia tinggal di dalam Aku dan
Aku di dalam dia” (Yoh 6:56). Kehidupan di dalam Kristus mempunyai dasarnya di
dalam perjamuan Ekaristi: “sama seperti Bapa yang hidup mengutus Aku dan Aku
hidup oleh Bapa, demikian juga barang siap memakan Aku, akan hidup oleh Aku”
(Yoh 6:57)[18].
2.4.2
Ekaristi Sebagai Penebus Dosa
Tubuh
kristus yang kita terima dalam komuni, telah “diserahkan untuk kita” dan darah
yang kita minum, telah “dicurahkan untuk banyak orang demi pengampunan dosa”.
Karena itu Ekaristi tidak dapat menyatukan kita dengan Kristus, tanpa serentak
membersihkan kita dari dosa yang telah dilakukan dan melindungi kita terhadap
dosa-dosa baru. Umat dibersihkan dari dosa yang telah dilakukannya, dan
dihindarkan dari dosa di masa depan, mengikat tubuh Kristus yang kita sambut
dalam Ekaristi itu telah “diserahkan bagi kita”, dan darah yang kita minum itu
telah “ditumpahkan demi penghapusan dosa”. Katekismus
Gereja Katolik 1395 menegaskan:
Oleh
cinta yang disulut Ekaristi di dalam kita, Ia menjauhkan kita dari dosa berat
paada masa mendatang. Semakin kita ambil bagian dalam Hidup Kristus dan semakin
kita bergerak maju dalam persahabatan dengan-Nya, semakin kurang pula bahaya
bahwa kita memisahkan diri dari-Nya oleh dosa besar. Tetapi bukan Ekaristi, melainkan
Sakramen pengampunan ditetapkan untuk mengampuni dosa berat. Ekaristi adlah
Sakramen bagi mereka, yang hidup dalam persekutuan penuh dengan Gereja[19].
2.4.3
Ekaristi sebagai Persekutuan Gereja
Setiap
kali Gereja merayakan Ekaristi, ia ingat akan janji Allah bahwa Ia akan kembali
dan meminum lagi hasil pokok anggur bersama-sama dengan kita, murid-murid-Nya,
dalam Kerajaan Allah, sehingga Gereja dalam Ekaristi melayangkan pandangannya
kepada “Dia yang akan datang” (Why 1:4). Gereja tahu bahwa Yesus sekarang ini
juga sudah mendatangi kita dalam Ekaristi, dan hadir di tengah-tengah kita[20]
Katekismus
Gereja Katolik 1396 mengatakan:
Siapa
yang menerima Ekaristi, disatukan lebih erat dengan Kristus. Olehnya Kristus
menyatukan dia sengan semua umat beriman yang lain menjadi satu tubuh. Komuni
membaharui, memperkuat, dan memperdalam pengabungan ke dalam Gereja, yang
tealah dimulai dengan pembaptisan. Di dalam pembaptisan kita dipanggil untuk
membentuk satu tubuh. Ekaristi melaksankan panggilan ini: “bukankah cawan
pengucapan syukur, yang atasnya kita ucapkan syukur adalah persekutuan dengan
tubuh Kristus? Bukankah roti yang kita pecah-pecahkan adalah persekutuan dengan
tubuh Kristus? Karena roti adalah satu, maka kita sekalianpun banyak, adalah
satu tubuh, karena kita semua mendapat bagian dalam roti yang satu itu” (Kor
10:16-17)[21].
2.3.4
Kesatuan Umat Beriman
Kehadiran
nyata Kristus ada dalam rupa roti dan anggur. Karenanya menyantapnya punya arti
ikut serta dalam persekutuan dengan tubuh dan darah Kristus. Aspek kesatuan
ditekankan di dalamnya, roti yang satu yang tak lain adalah Kristus
sendiri,menjadi pangkal, sumber dan dasar kesatuan jemaat; dibaptis menjadi
satu tubuh dan minum dari satu Roh (lih. 1Kor 12:13). Hidup dalam kesatuan Roh
tidak bisa di lepaskan dari kenyataan satu tubuh, dimana Kritus adalah kepala
dan Gereja adalah tubuh-Nya[22]
Artikel
Katekismus Geraja Katolik no 1398 menegaskan:
Karena
keagungan misteri ini, santo Augustinus berseru: “O Sakramen kasih sayang,
tanda kesatuan, ikatan cinta”. Dengan demikian orang merasa lebih sedih lagi
karena perpecahan Gereja yang memutuskan keikutsertaan bersama pada meja Tuhan;
dengan demikian lebih mendesaklah doa-doa kepada Tuhan, supaya saat kesatuan
sempurna semua orang yang percaya kepada-Nya, pulih kembali[23].
No comments:
Post a Comment